Bagi perempuan yang dalam kategori seperti ini, dia memiliki dua keadaan.
1. Perempuan itu dalam keadaan hamil. Masa iddah baginya adalah sampai melahirkan kandungannya. Surat At-Talaq ayat 4, yang artinya, “Sedangkan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.”
2. Perempuan itu tidak dalam keadaan hamil. Dalam keadaan seperti ini, dia tidak luput dari dua kemungkinan. Pertama, dia masih menstruasi. Dalam keadaan ini, iddahnya adalah tiga kali menstruasi.
Surat Al-Baqarah ayat 228, yang artinya, “Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali quru'.” Kedua, dia tidak mengalami masa-masa menstruasi atau perempuan yang sudah menopause. Masa iddah bagi perempuan seperti ini selama tiga bulan. Surat At-Talaq ayat 4, yang artinya, “Perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (menopause) di antara istri-istrimu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddahnya adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid.”
Kedua, iddah karena kematian
Dalam kasus ini, ada dua kemungkinan yang bisa terjadi:
a. Perempuan yang ditinggal mati suaminya itu tidak dalam keadaan hamil
Masa iddah baginya adalah empat bulan sepuluh hari, baik dia telah melakukan hubungan badan dengan suaminya yang telah meninggal itu maupun belum. Surat Al-Baqarah ayat 234, yang artinya, “Dan orang-orang yang mati di antara kamu serta meninggalkan istri-istri hendaklah mereka (istri-istri) menunggu empat bulan sepuluh hari.”
b. Perempuan yang ditinggal mati suaminya itu dalam keadaan hamil
Masa iddah baginya adalah sampai dia melahirkan kandungannya. Surat At-Talaq ayat 4, yang artinya, “Sedangkan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.”
Uraian di atas cukup mendetail dan juga memudahkan bagi muslimah dalam mencocokkan iddah yang sesuai dengan kondisi menjanda yang dihadapinya. Penjelasan ini tentunya menghindarkan perempuan Islam dari kekeliruan menentukan iddahnya.
Namun, terkait dengan iddah ada lagi yang perlu dipahami, lagi-lagi ada aturan fikih yang tidak boleh diabaikan. Apa ya?
Abdul Qadir Manshur (2012, hal. 129-130) mengingatkan, perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya wajib melakukan ihdad (menahan diri) sampai habis iddahnya. Kata ihdad berarti tidak memakai perhiasan, wewangian, pakaian bermotif, pacar, dan celak mata.
Diriwayatkan dari Ummu Salamah, Rasulullah saw. bersabda, “Seorang perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya tidak boleh memakai pakaian bermotif, tidak memakai perhiasan, tidak memacari kuku, dan tidak bercelak mata.” (HR. Abu Dawud dan Nasa’i)
Ini maksudnya, selama masa iddah hindarilah berhias diri yang berlebihan, apalagi yang dapat memancing perhatian lawan jenis. Hakikat ihdad adalah perempuan yang beriddah hendaknya menahan diri.
Karena di masa-masa iddah itu muslimah dituntun memperindah kecantikan batinahnya. Agar pesona dari dalam itu benar-benar memancar maksimal dari kebeningan hatinya.
Muslimah benar-benar disayangi Allah sehingga punya waktu iddah dalam hidupnya untuk menjaga kesucian rahim dan juga menjernihkan hati. Untuk membuat keputusan menikah lagi atau tidak, bukan perkara yang dibuat mudah, dan tidak pula dipersulit, karena ada masa iddah yang akan menjaga visi perempuan demi melihat masa depan yang lebih cerah.
KOMENTAR ANDA