“JADI pengen makan hiu.”
Status yang tertera di media sosial itu menuai beragam komentar:
“Daging hiu anyir, tahu!”
“Memangnya enak?”
“Datanglah ke kampung kami, di sini bisa kuliner hiu.”
Seluruh komentar ditanggapinya dengan cepat dan bersemangat. Tidak masalah rada-rada anyir, bukankah ikan memang amis, dan dengan bumbu yang tepat perempuan itu yakin daging hiu akan nikmat. Tidak dipedulikannya nada-nada sumbang yang menyebut ikan hiu adalah monster laut.
Semangat tidak pernah patah, karena yang diincarnya bagian sirip yang kini tengah viral. Ya, menyantap semangkuk sup hiu yang mengepulkan uap hangat telah menjadi impiannya.
Lagi pula Indonesia kan negara bahari, yang memiliki lautan termasuk paling luas di dunia. Tentunya lautan negara ini menyediakan stok makanan laut nan melimpah. “Masak tak pernah mencicipi hiu!” gumamnya.
Bahkan, dirinya sudah merancang perjalanan ke sebuah kota tepian laut, di sana ada rekannya yang siap melobi nelayan setempat menangkap hiu. Sudah terbayang di pelupuk matanya, sebuah impian kuliner unik yang sebentar lagi akan menjadi kenyataan.
Namun, dirinya ternganga dan tidak mampu langsung membalas suatu komentar yng terpampang di medsosnya:
“Memangnya hiu halal?”
Ikan hiu kan binatang predator, hewan pemangsa yang apapun dapat diterkamnya. Wajar bila kehalalan ikan hiu dipertanyakan, mengingat binatang ini terkenal keganasannya sebagai predator dan didukung pula oleh taringnya yang tajam.
Louis Novianto pada bukunya 3D Menjelajah Dunia Bawah Laut (2010: 4) menjelaskan, sebagian besar binatang di bawah ombak adalah predator -memangsa binatang lainnya ( biasanya yang ukurannya lebih kecil )- agar dapat bertahan hidup. Dari semua predator di lautan, hiu mungkin adalah yang paling ditakuti.
Setelah berevolusi lebih dari 400 juta tahun lalu, berbagai jenis hiu yang panjang tubuhnya 15 cm sampai 15 meter sekarang hidup di lautan. Sementara sebagian besar predator bawah laut lebih banyak menggunakan giginya sebagai senjata.
Dengan demikian, ya pantaslah hiu dijuluki juga monster lautan. Namun, hal itu tidak membuat penggemarnya gentar, buktinya perburuan hiu kian hari makin gencar. Terkesan agak ganjil juga, sang predator yang dulunya menakutkan kini diburu habis-habisan, malah berakhir riwayatnya di mangkuk-mangkuk sup.
Perempuan dalam kisah di atas memang pecinta kuliner sejati. Dia tidak sungkan merogoh kocek dalam-dalam, mengeluarkan biaya perjalanan besar demi mencicipi menu unik. Namun, sisi positifnya, gila kuliner tidak membuat dirinya gegabah soal halal haram.
Terlebih lagi dalam sejumlah hadis diperoleh keterangan terlarangnya memakan binatang buas dan yang bertaring.
Syamsul Rizal Hamid dalam buku 1500++ Hadis & Sunah Pilihan (2017: 281) menyebutkan, Abu Hurairah ra. menuturkan, Rasulullah saw. bersabda, “Setiap binatang bertaring dari jenis binatang buas, haram memakannya. (HR. Muslim) Ibnu Abbas mengatakan, “Rasulullah saw. telah melarang memakan setiap binatang buas, dan setiap jenis burung yang mempunyai kuku untuk mencengkeram.” (HR. Muslim)
Akan tetapi larangan mengonsumsi binatang buas bertaring ini kaitannya dengan binatang-binatang yang hidup di daratan. Dan agama membuat pengkhususan tersendiri berupa pembolehan untuk binatang yang hidup di lautan atau perairan.
Terlebih lagi diterangkan pada surat Al-Maidah ayat 96, yang artinya, “Dihalalkan bagimu hewan buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu.”
Usut punya usut, rupanya menu ikan hiu bukanlah cerita baru, mengingat di masa Rasulullah saw. pun sudah ada kejadian orang-orang yang memakannya. Kisah tersebut dapatlah menjadi gambaran terkait halal atau haram menyantap hiu.
Suatu ketika rombongan sahabat bepergian jauh hingga sampai di pantai. Ketika itu pula perbekalan mereka pun menipis, dan tepat di waktu itu pula ditemukan ikan hiu raksasa yang tergeletak di hamparan pantai.
Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid: Jilid 1 (2010: 124-125) menerangkan, berpedoman pada sebuah hadis sahih yang diriwayatkan oleh Jabir yang antara lain disebutkan, “Mereka memakan ikan hiu yang terdampar setelah dihempas oleh gelombang laut selama beberapa hari. Mereka bahkan menjadikannya sebagai bekal. Ketika mereka memberitahukan hal itu kepada Rasulullah, beliau menganggap apa yang mereka lakukan itu baik.”
Bahkan beliau bertanya kepada mereka, “Apakah masih ada yang tersisa?”
KOMENTAR ANDA