Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

Syaikh Bakar Abdul Hafizh al-Khulaifat pada Tafsir dan Makna Doa-Doa dalam Al Qur'an (2016: 452) menceritakan:    

Ayahnya bertanya, “Darimana kamu mengetahui hal tersebut?”

Putrinya berkata, “Sungguh ketika aku memintanya untuk dapat ke rumah kita, maka aku berjalan di hadapannya, lalu ia berkata kepadaku, ‘Berjalanlah di belakangku, jika aku salah jalan maka lemparkanlah ke arahku sebuah kerikil hingga aku mengetahui jalan yang benar.”

Bagaimana hati gadis itu tidak akan meleleh, menyaksikan teguhnya Musa menjaga amanah. Saat sebagian lelaki mencari kenikmatan terlarang melalui pandangan mata yang liar, Musa memelihara perempuan yang baru dikenalnya dalam kesucian diri.

Dengan alasan-alasan yang bernilai tinggi, maka petunjuk kebenaran itu pun bercahaya dari kebeningan hatinya. Dengan kepercayaan diri, Shafura pun mengungkapkan sesuatu tanpa kebimbangan.

Sayyid Qutb (2000: 55) menerangkan, wanita itu juga melihat sifat amanah Musa, yang membuat dirinya menjadi orang yang terjaga lidahnya dan pandangannya ketika wanita itu datang untuk mengundangnya. Maka, wanita itu menyarankan kepada bapaknya untuk menyewa tenaganya.

Sehingga, ia dan saudarinya tidak harus bekerja dan berdesakan dengan para penggembala pria. Karena Musa seorang yang kuat bekerja, dan tepercaya dalam memegang harta. Dan, orang yang tepercaya dalam masalah kehormatan juga tepercaya dalam hal lainnya.

Ketika mengutarakan hal itu, wanita itu tidak malu-malu, tidak gemetar, dan tidak takut jika dituduh buruk. Karena ia berjiwa bersih dan suci perasaannya. Sehingga, ia tak takut terhadap sesuatu, juga tidak gagap dan tidak berputar-putar, ketika mengajukan tawarannya itu kepada orang tuanya.

Shafura berkata, “Sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil sebagai pekerja pada kita ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya.”

Nabi Syu’aib adalah ayah yang memiliki kepekaan, dan sangat memahami apa makna yang tersirat di balik permintaan pekerja, serta makna tersuruk di balik pujian tersebut.

Ketika seorang gadis memuja-muji pemuda, maka ayahandanya hendaklah mencermati lebih dalam lagi, karena itu bukanlah sesuatu yang biasa saja. Dari itulah Nabi Syu’aib langsung menawarkan agenda yang lebih indah kepada Musa.

Surat Al-Qashash ayat 27, yang artinya, “Dia berkata, ‘Sesungguhnya aku bermaksud ingin menikahkan engkau dengan salah seorang dari kedua anak perempuanku ini, dengan ketentuan bahwa engkau bekerja padaku selama delapan tahun dan jika engkau sempurnakan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) darimu, dan aku tidak bermaksud memberatkan engkau. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang baik.”     

Singkat kata singkat cerita, akhirnya Shafura dan Musa resmi menikah. Setelah menyelesaikan delapan hingga sepuluh tahun di Madyan, kemudian keduanya kembali ke Mesir, berjuang bahu-membahu hingga berhasil mengalahkan raja lalim, Fir’aun.

Begitu pertemuan yang bermula dari kebaikan, yang membimbing dua insan kepada kebaikan yang lebih besar lagi. Penafsiran ini berhubungan dengan kebeningan hati perempuan yang menyucikan dirinya.
    

 

 




Pantaskah Bagi Allah Anak Perempuan?

Sebelumnya

Betapa Lembutnya Al-Qur’an Menerangkan Surga Adalah Hak Perempuan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tafsir