KISAHNYA berpangkal dari burung Hudhud yang terbang jauh hingga ke sebuah negeri yang subur makmur. Sayang penduduknya terbuai dengan tipuan setan hingga larut dalam penyembahan matahari.
Di negeri itu berdiri kerajaan besar yang ternyata dipimpin oleh seorang ratu. Dari pantauan seekor burung itulah bermula sebuah kisah nan menggugah perihal pemimpin perempuan.
Surat an-Naml ayat 22-44 menceritakannya dengan epik, begini kira-kira saripatinya:
Burung itu terbang lagi melaporkan hasil pantauan kepada Nabi Sulaiman, yang kembali mengutus Hudhud mengantarkan sepucuk surat. Ratu Balqis terkejut saat menerima surat yang diperolehnya dari seekor burung.
Isi surat itu tercantum pada surat an-Naml ayat 30-31, yang artinya, “Sesungguhnya (surat) itu dari Sulaiman yang isinya, ‘Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, janganlah engkau berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.”
Kematangan leadership ditunjukkan oleh sang ratu dengan terlebih dahulu menggelar rapat bersama segenap pejabat kerajaan Saba. Surat tersebut dinyatakan oleh Ratu Balqis sebagai suatu surat yang mulia, karena isinya menyiratkan ajakan supaya berserah diri kepada Allah Swt.
Tanggapan para pembesar istana sama seperti yang lumrah terjadi, di mana mereka yang mengajukan opsi perang demi unjuk kekuatan kepada Nabi Sulaiman. Ucapannya juga amat meyakinkan, “Kita memiliki kekuatan dan keberanian yang luar biasa untuk berperang.”
Ratu Balqis memaklumi kelaziman selama ini, di mana raja-raja gemar melakukan invasi militer, menghancurkan negeri dan menghinakan penduduknya. Namun, sang ratu tidak terprovokasi dengan seruan berperang, dan memilih untuk mempelajari keadaan yang berkembang dengan mengirimkan delegasi diplomatik.
Surat an-naml ayat 35, yang artinya, “Dan sungguh, aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan (membawa) hadiah, dan (aku) akan menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh para utusan itu.”
Anggapan yang menyebut perempuan itu emosional tampaknya tidak terbukti pada diri Ratu Balqis yang teramat tenang, mendahulukan berpikiran jernih daripada membuat keputusan gegabah. Di tengah ledakan emosi panglima perang dan juga para pejabat, sang ratu lebih mendahulukan pendekatan yang elegan.
Betapa matangnya kepribadian Ratu Balqis yang tidak larut dalam emosi para pejabatnya. Dia paham tidak ada yang akan benar-benar menang dari peperangan, karena perang hanya memberikan derita bagi rakyat. Lagi pula Nabi Sulaiman tidak mengabarkan ultimatum perang, melainkan ajakan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berserah diri dalam agama tauhid.
Jadinya Ratu Balqis memilih jalur diplomasi, dengan mengirimkan hadiah-hadiah yang diantar para utusan. Hadiah yang melimpah merupakan unjuk kekuatan dari kerajaan Saba yang menyiratkan pesan bahwa mereka adalah negeri yang tangguh.
Namun, utusan kerajaan Saba malah malu muka, hadiah-hadiah yang mereka banggakan tidak ada apa-apanya dibandingkan kekayaan menakjubkan kerajaan Nabi Sulaiman. Kalau dirinya berkehendak, Nabi Sulaiman dapat dengan mudah menyuruh pengikutnya mengambilkan mutiara di dasar lautan atau mengeruk emas di dalam perut bumi.
Maka pulanglah para utusan kerajaan Saba membawa kembali semua hadiah. Ratu Balqis memahami jika hadiah-hadiahnya diterima maka Nabi Sulaiman sama saja dengan raja-raja lain yang silau dengan duniawi, tetapi jika hadiah gemerlap itu ditolak artinya dia berpegang pada sesuatu yang prinsip sekali, yaitu keimanan kepada Allah.
Ratu Balqis memahami kerajaan Nabi Sulaiman bukan hanya luar biasa kayanya, tetapi dinaungi keberkahan dari Tuhan. Bukan hanya menguasai manusia dengan kerajaan teramat luas dan kuat, Nabi Sulaiman bahkan juga menguasai bangsa jin, angin hingga binatang.
Ratu Balqis memahami, kendati dia mengerahkan pasukan, mustahil menang dari kerajaan demikian tangguhnya, yang belum ada tandingannya di muka bumi. Penguasa kerajaan Saba memilih diplomasi tingkat tinggi, Ratu Balqis memboyong para pembesar mengunjung istana Nabi Sulaiman.
Keberangkatan rombongan besar itu hendak disambut dengan suatu kejutan. Nabi Sulaiman mengetahui kerajaan Saba amat membanggakan singgasana ratu yang megah. Makanya dia pun bertanya di hadapan para pengikutnya, “Siapakah yang mampu mendatangkan singgasana itu?”
Mengingat rombongan Ratu Balqis tengah dalam perjalanan, maka diperlukan kecepatan khusus dalam menghadirkan singgasana itu, dan tentunya tanpa ketahuan apalagi menimbulkan keributan di istananya. Maka jin Ifrit yang duluan mengajukan diri, “Aku akan mendatangkannya sebelum engkau berdiri dari dudukmu.”
Ini jenis jin yang jelas-jelas hebat. Betapa cepat kemampuannya mendatangkan singgasana, hanya dalam rentang waktu duduk menuju berdiri, atau hanya dalam hitungan detik.
Namun, jin Ifrit masih kalah gaya ketika seseorang yang beriman dan berilmu menyatakan, “Aku akan mendatangkannya sebelum matamu berkedip.”
Dan langsung terbukti, belum berkedip mata Nabi Sulaiman maka singgasana megah itu telah hadir di hadapan mereka. Dengan kemampuan demikian dahsyat, tidak akan ada negara di dunia ini yang mampu menandingi kerajaan Nabi Sulaiman, bahkan tidak terkecuali negara-negara adidaya di era modern ini sekalipun.
Marilah sejenak berimajinasi sedikit liar!
Seandainya kerajaan Nabi Sulaiman eksis di era modern ini lalu ada negara adidaya menyerang dengan puluhan rudal nuklir. Maka dengan mudah rudal-rudal itu dibuat balik arah kepada negara pengirimnya.
Nah, di sinilah Ratu Balqis punya ketajaman visi sehingga tidak larut dalam gejolak emosi. Dari itu pula keputusan Ratu Balqis yang menolak peperangan sudah sangat tepat.
KOMENTAR ANDA