BAIK itu rasa takut atau pun berani sama-sama normal dimiliki setiap insan. Kapan seseorang menjadi pemberani? Ya, ketika kadar keberaniannya melebihi rasa takutnya. Kapan pula orang itu menjadi penakut? Ya, saat rasa takut itu melebih takaran keberanian.
Singkatnya, tidak masalah apabila adakalanya kita dihinggapi rasa takut, karena itu normal-normal saja.
Akan tetapi yang penting diwaspadai, jangan sampai rasa takut malah menghambat atau menghentikan gelombang hidup kita yang hanya satu kali ini.
Kisahnya berkisar tentang seorang gadis yang berusia matang. Dirinya selalu dihinggapi ketakutan terkait dengan pernikahan. Akibatnya, silih berganti lelaki yang datang harus mundur dengan penolakannya.
Berbagai alasan dikemukannya setiap kali menolak lamaran, ya namanya alasan dapat dibuat apa saja kan?
Namun, ada seorang pria yang tidak langsung mundur tatkala ditolak. Dirinya terus menggali alasan yang sebenarnya, mengejar sebab musabab gadis itu terus menghindar.
Gadis itu tergugu mengungkapkan, “Aku takut tidak bisa membahagiakan suami.”
Dia memiliki suatu masalah di rahimnya, dan dikhawatirkan tidak dapat memberikan keturunan. Apalah arti hidup seorang lelaki bila tanpa penerus?
Anehnya, pria itu mengatakan, “Bukan di sana satu-satunya pilihan bahagia.”
Ternyata pria itu tidak mengharuskan kehadiran anak. Lagi pula bukankah anak itu rezeki Tuhan, buktinya banyak kok yang sehat suami istri tapi tak kunjung punya keturunan.
“Jangan hentikan hidupmu hanya karena rasa takut,” tegurnya.
Ucapan yang bijak itu meluluhkan hati sang gadis, hingga pernikahan pun berlangsung.
Dan yang tak terduga, atas kuasa Ilahi, tidak menunggu lama dirinya malah menjadi seorang ibu. Apa yang ditakutkannya bertahun-tahun tidak terjadi. Allahuakbar!
Kalau dikumpul-kumpulkan, ada banyak ragam ketakutan yang rentan menghantui; takut BBM naik, takut rupiah melemah, takut suami direbut rekan di kantornya, takut pembantu tidak kembali lagi, takut anak belum dapat jodoh dan lain-lain.
Bahkan, jika dibiarkan merajelela, ketakutan itu bisa berlangsung sepanjang hayat; saat kecil takut tidak punya teman, saat remaja takut tak dapat pacar, saat dewasa takut tidak menikah, saat menjadi istri takut tidak punya anak, saat tua takut tidak memiliki cucu.
Berhati-hatilah dengan rasa takut, karena dapat merenggut hidup kita. Jangan sampai kehidupan kita bagaikan kematian disebabkan rasa takut yang meluap-luap. Biarkanlah rasa takut itu mengalir bersama bergulirnya waktu, dan marilah kita kelola rasa takut menjadi kekuatan.
Lho apa maksudnya?
Berbulan-bulan pria itu nyaris tidak bisa tidur. Dia stres akibat di-PHK dari kantor yang teramat dicintainya. Kemudian apa yang terjadi? Makin lama dirinya malah kian merana diterkam rasa takut.
Mau makan apa anak istrinya sedangkan tabungan terus dikuras? Begitulah pikiran menakutkan yang terus menghantuinya.
Istrinya yang datang memberikan pencerahan, dari pada stres akibat ketakutan, lebih baik dikelola menjadi kekuatan. Pria itu bangkit dan kerja banting tulang memulai bisnis kuliner.
Manfaat pertama langsung terasa karena dirinya bisa tidur akibat kelelahan. Kemudian hari rasa takutnya berangsur raib akibat hasil bisnis kuliner yang mulai memuaskan. Ya, setidaknya cukuplah untuk makan sehari-hari selama menjalani masa pandemi.
Istrinya yang semula takut sang suami stroke pun dapat mengatasi ketakutan itu dengan memotivasi suaminya agar mengalihkan energi kepada yang positif. Lha!
Ya, ketakutan itu juga memiliki energi. Begini contoh lainnya!
Saking takutnya dikejar anjing, seseorang bisa lari dengan kecepatan yang menakjubkan. Sebagaimana ada kejadian, seorang gadis bertongkat yang jalannya tertatih-tatih. Pas lagi terjadi gempa, orang-orang berhamburan lari menuju lapangan sepakbola.
KOMENTAR ANDA