DALAM rangka memuji kemuliaan istri, adakalanya Rasulullah tidak mengungkapkan terus terang.
Beliau menyampaikannya secara tersirat, yang membuat istri-istri berpikir cukup lama hingga menemukan rahasianya yang mengundang decak kagum.
Demikian pula halnya ketika beliau menyatakan tentang sosok “yang paling panjang tangannya”, adalah istri yang paling duluan menyusul Rasulullah ke surga. Sehingga membuat para istri saling membandingkan tangan masing-masing lalu membandingkan ukurannya. Akan tetapi, ungkapan Nabi Muhammad merupakan kiasan yang menjadi suri teladan bagi seluruh istri di dunia ini.
Syaikh M. Nashiruddin al-Albani pada kitab Mukhtasar Shahih Muslim (2005: 790) menceritakan:
Dari Aisyah, Ummul Mukminin, dia berkata, Rasulullah telah bersabda, “Di antara kalian yang lebih dahulu bertemu denganku di hari kiamat kelak adalah yang paling panjang tangannya.”
Aisyah berkata, “Lalu mereka, para istri Rasulullah saling mengukur tangan siapakah yang paling panjang.”
Aisyah berkata, “Ternyata tangan Zainablah yang paling panjang di antara kami, karena ia sering beramal dan bersedekah dengan tangannya.” (HR. Muslim)
Lalu, apa nih kiprah Zainab binti Jahsy yang membuatnya begitu spesial, dapat bersedekah banyak hingga memperoleh penghormatan paling diutamakan menyusul Rasulullah ke surga?
Abdurrahman Umairah dalam buku Tokoh-tokoh yang Diabadikan Al-Quran Volume 2 (2000: 249) menguraikan:
Zainab adalah seorang wanita yang suka membuat kerajinan tangan. Dia suka menyamak kulit, dan bersedekah di jalan Allah. Ummul Mukminin Zainab mengetahui bahwa dalam pandangan Allah, dunia ini tidak setara dengan sayap nyamuk pun. Karena itu, dunia itu akan meninggalkannya bagi orang-orang yang mencarinya.
Pernikahan kian mengukuhkan Zainab binti Jahsy di jalan kebenaran, sehingga dirinya makin tersalur kegemaran dalam bersedekah, dan terus meraup pahala dari amalan yang dipuji Allah dan Rasulullah tersebut.
Akan tetapi, istri Rasulullah itu kan bersedekah dengan hartanya sendiri. Jelas-jelas Zainab bekerja menyamak kulit, uang hasil kerajinan itulah yang disedekahkan. Jadi, kalau istri bersedekah dengan uang sendiri rasanya tidak ada yang perlu diperdebatkan.
Lain ceritanya kalau istri bersedekah dengan harta suami. Kendati bersedekah itu amalan yang mulia, apakah boleh mengeluarkannya dari hasil perah keringat suami? Dan apakah boleh istri bersedekah dari harta suami tanpa memberitahukan sama sekali?
Nah, di sinilah kajian fikih ini menjadi makin menyedot perhatian.
Haya binti Mubarak AI-Barik dalam Ensiklopedi Wanita Muslimah (2020: 67) memaparkan pendapat yang cukup moderat:
Seorang istri boleh memberikan sedekah dengan harta rumah tangga suaminya apabila dia yakin suaminya rida, dan haram baginya menyedekahkan apabila dia tidak mengetahui rida suaminya.
Rasulullah bersabda, “Apa yang dinafkahkan istri dari hasil usaha suami tanpa disuruh suami, maka seperdua pahalanya untuk suami."
Dengan hadis ini jelaslah, apabila seorang istri menafkahkan harta suami tanpa izin yang nyata dan tidak pula menurut adat, istri tidak mendapat pahala bahkan dia berdosa, ini jelas keterangannya.
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya izin ini tidak diperlukan pada jumlah harta yang sedikit, cukup diketahui rida pemiliknya menurut biasa. Jika dalam jumlah yang lebih banyak, tidaklah memadai dengan hanya sekadar diketahui ridanya.
Inilah yang dimaksud dengan sabda Rasulullah, “Apabila istri menafkahkan (infak) sebagian makanan dari rumah tangganya tanpa merusak.”
Penting sekali dipahami redaksi hadis “tanpa merusak”, karena hakikat sedekah adalah menebar kebaikan tetapi jangan malah berujung bencana bagi rumah tangga sendiri. Jadi sedekah dari harta suami hendaklah mempertimbangkan kondisi nyata keuangan keluarga.
Di sini terlihat mengeluarkan harta suami untuk bersedekah dibutuhkan kearifan istri. Perlu dipahami terlebih dulu, apakah suaminya dalam kondisi fakir atau jangan-jangan justru berada di pihak yang sepantasnya menerima sedekah. Jika kondisi suami memprihatinkan dan terlihat peluang suami yang tidak rida, maka istri hendaknya bersikap bijak menahan diri terlebih dahulu.
Kecil atau besarnya uang sedekah itu tergantung ekonomi suami. Ada suami yang memandang satu juta rupiah itu bagai uang receh belaka. Namun, tidak jarang pula suami yang melihat uang seribu rupiah itu besar sekali. Jadi, tidak dapat disamaratakan kondisi keuangan setiap suami.
Ada dua hadis yang terkesan berseberangan terkait boleh tidaknya istri bersedekah dari harta suami tanpa izinnya. Hal ini yang disampaikan oleh Hasan Ayyub pada buku Fikih Ibadah; Panduan Lengkap Beribadah Sesuai Sunnah Rasul (2010: 395):
Diriwayatkan dari Abu Umamah, ia berkata, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah seorang wanita membelanjakan sedikit pun dari rumah suaminya tanpa izinnya.”
KOMENTAR ANDA