Ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, juga makanan?”
Rasulullah bersabda, “Itulah harta kita yang paling utama.” (HR. Tirmidzi)
Rasulullah bersabda, “Apabila seorang wanita menafkahkan sebagian hasil kerja suaminya tanpa perintahnya, ia mendapatkan separuh pahala suaminya.”
Nah, bagaimana memahami kedua hadis ini, sehingga menemukan titik terang perlu tidaknya izin suami dalam bersedekah dari hartanya.
Hasan Ayyub dalam buku Fikih Ibadah (2010: 395) menerangkan:
Sebagian fuqaha mengompromikan kedua hadis tersebut dan menyatakan bahwa istri yang bersedekah atas izin suami mendapatkan pahala sempurna karena amal itu sedangkan istri yang bersedekah tanpa izin suaminya mendapatkan separuh pahala dengan syarat suaminya bukan orang fakir atau pelit.
Bila suaminya fakir atau pelit, tentu dapat diketahui ia tidak akan setuju secara mutlak atas sedekah istrinya. Sedekahnya pada saat itu hukumnya haram. Lain halnya bila suaminya kaya dan derma, masalah tersebut tentu mudah baginya.
Tidak disyaratkan untuk meminta izin setiap kali bersedekah, bahkan bila suaminya memberi izin secara umum atau ia mengetahui kerelaan suaminya atas apa yang dilakukan dan apa yang disedekahkan, hal itu sudah cukup dan batasan ini disepakati oleh para fuqaha.
Pendapat di atas sudah cukup menggambarkan mayoritas pandangan ulama, meski pro kontra tetaplah itu.
Namun, dari dimensi akhlak istri hendaknya mempertanyakan kepada diri sendiri, seberat apakah meminta izin kepada suami saat bersedekah menggunakan hartanya? Bukankah keterbukaan di antara suami istri akan lebih meningkatkan kualitas sakinah? Syukur-syukur berkat keterbukaan istri justru membuat suami terpacu dalam bersedekah.
Akhirnya, perlu disingkap pula sebab musabab dihamparkannya di kisah pembuka perihal Zainab binti Jahsy, yang hendaknya menjadi motivasi bagi segenap muslimah dalam bekerja dan berkarya.
Sehingga mereka mampu banyak bersedekah dari hasil keringat sendiri, tanpa bergantung dengan harta siapapun dalam beramal saleh.
KOMENTAR ANDA