Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

PEMANDANGAN yang terhampar di depan matanya memang bikin perasaan seperti diaduk-aduk.

Seorang bayi tak berdaya dimasukkan ke dalam peti. Dan yang mengejutkan, kemudian peti itu malah dihanyutkan di sungai Nil. Gadis yang menjadi lakon utama kali ini sebetulnya terlalu belia untuk menyaksikan sesuatu yang sulit dicerna logika biasa. Apalagi pelaku yang menghanyutkan bayi tak lain tak bukan adalah perempuan yang melahirkannya.

Wahai ibu mengapa engkau tega?

Apalah daya seorang bayi yang tergolek lemah di dalam peti tatkala berhadapan dengan derasnya arus sungai Nil.

Kemudian gadis muda yang lagi harap-harap cemas pun dibisiki oleh ibunya, “Ikutilah peti itu!”

Perbuatan sang ibunda yang menghanyutkan bayi dalam peti tidaklah menggambarkan dirinya seseorang yang keji. Bahkan dia menyuruh putrinya untuk mengikuti kemana pun arus sungai menghanyutkan peti tersebut.

Gadis belia itu berlari-lari di tepian sungai Nil, tentu juga dengan sembunyi-sembunyi. Jangan sampai dirinya ketahuan memata-matai peti yang dihanyutkan. Karena kalau ketahuan maka aksinya dapat menimbulkan petaka.

Lantas apa masalahnya?

Pangkal mulanya ialah sebuah mimpi. Ya, mimpi yang berujung malapetaka besar-besaran.

Dalam tidurnya, Fir’aun melihat istananya terbakar musnah. Begitu terbangun, raja lalim itu memanggil ahli nujum. Peramal mengatakan mimpi buruk itu pertanda kerajaan Fir’aun yang begitu digdaya di Mesir akan binasa. Dan kehancuran itu akan dilakukan oleh seorang bayi laki-laki dari kalangan Bani Israil.

Mumpung Bani Israil adalah kalangan yang lagi diperbudak, maka tidaklah susah bagi Fir’aun menganiaya mereka. Raja itu membuat jalan pintas nan keji, dengan memerintahkan para prajurit membunuh setiap bayi laki-laki Bani Israil. Ibu-ibu pun menjerit dalam tangisan menyayat hati. Sementara bayi-bayi laki-laki yang tidak bersalah menjadi korban.

Namun, tidak ada kejahatan yang sempurna.

Tuhan memberikan petunjuk kepada seorang ibu Bani Israil agar bayinya dihanyutkan ke sungai Nil.

Sang ibu menugaskan anak perempuannya mengikuti peti yang dihanyutkan arus. Dia hendak tahu kemanakah Tuhan menakdirkan nasib buah hatinya berakhir.

Sesungguhnya gadis belia itu mengemban tugas yang tidaklah ringan. Tak terlukiskan lagi betapa kecamuk kecemasan, ketakutan, kegalauan yang mengguncang di dalam dadanya. Bersamaan dengan napasnya yang tersengal-sengal, dia tetap fokus dalam pengamatan yang tajam.

Harapannya adalah ada orang baik yang berkenan memungut peti itu, dan menyelamatkan isinya. Jangan sampai peti itu tenggelam ke dasar sungai Nil bersama adiknya tersayang.

Syukurnya, peti itu hanyut kian lama makin ke tepi dan terus menepi. Peti tidak terbawa arus di tengah yang lebih deras.

Namun, kecemasannya malah memuncak tatkala peti itu hanyut makin mengarah ke suatu pemandian. Gadis itu melihat peti malah terdampar ke tepian, tak jauh dari istana Fir’aun. Dayang-dayang pun mengambil peti dan terkejut melihat bayi laki-laki di dalamnya.

Gadis itu pun lemas. Hasrat hati menghanyutkan supaya bayi itu selamat dari kejaran pembunuhan dari para tentara Fir’aun, tak disangka malah peti itu mengantarkan adiknya langsung ke istana sang raja kejam.

Akankah ini akhir dari kehidupan adiknya?

Gadis itu terus mengintai, ternyata bayi laki-laki diserahkan kepada Aisiyah, istri dari Fir’aun. Pada pandangan pertama bayi tersebut langsung membuat sang ratu jatuh hati. Dengan gembira digendongnya bayi laki-laki tersebut ke dalam istana.

Maka pulanglah gadis itu ke rumah. Dia mengabarkan, “Petinya terdampar di istana Fir’aun!”

Maka piaslah wajah sang ibu. Kini bayinya malah terdampar di sarang kejahatan.

“Tetapi, adikku diambil oleh ratu!”




Pantaskah Bagi Allah Anak Perempuan?

Sebelumnya

Betapa Lembutnya Al-Qur’an Menerangkan Surga Adalah Hak Perempuan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tafsir