MEMILIKI kecintaan terhadap tas dan aksesoris yang terbuat dari kulit, Rillya Artika Devi tak pernah menyangka jalan hidup membawanya menjadi seorang desainer tas kulit.
“Saya suka tas kulit dan aksesoris kulit seperti gelang sejak kuliah. Rasanya keren kalau membawa tas kulit. Bahannya bagus, kuat, dan tidak pasaran,” ungkap Rilly, panggilan akrabnya.
Berbekal kecintaan itulah Rilly kemudian memberanikan diri memulai bisnis tas kulit.
“Sampai tahun 2015, saya bekerja di perusahaan otomotif. Setelah pabrik tutup, saya mulai terpikir untuk berbisnis,” kata perempuan asal Malang ini menceritakan kepada Farah tentang awal perjalanan menjadi womanpreneur.
Keputusan untuk berbisnis saat itu didasari keinginan untuk memiliki penghasilan namun bisa lebih dekat dengan dua putranya yang masih kecil.
Menurut Rilly, hal pertama dan satu-satunya yang terpikir di benaknya adalah membuat tas kulit. Sang suami pun mendukung Rilly untuk memiliki kegiatan kreatif yang menghasilkan.
Bekal pengetahuan untuk memulai usaha
Sebelum memulai usaha, Rilly memperdalam pengetahuannya tentang kulit. Ia mendatangi perajin kulit di beberapa daerah untuk melihat dan membandingkan langsung aneka jenis kulit yang tersedia.
Rilly mempelajari beragam kualitas kulit, dari yang premium (grade A) hingga yang lebih rendah. Termasuk tentang jenis kulit yang sesuai untuk tas rancangannya.
Misalnya, jika ingin tas yang kokoh bentuknya, maka harus menggunakan kulit yang lebih keras. Begitu pun sebaliknya, kulit lebih lembut cocok untuk tas dengan bentuk yang lentur.
Rilly juga memastikan penjahit bisa menerjemahkan desain yang ia buat ke dalam bentuk tas seperti keinginannya. Setelah berkeliling ke beberapa tempat, ia akhirnya memilih perajin kulit dan penjahit di Bandung.
Desain tas murni datang dari pemikirannya sendiri tentang model tas yang ia suka.
“Saya tidak suka tas dengan model yang lazim. Karena itu motto produk yang saya buat adalah ‘particular leather craft’. Desain saya unik dan tidak biasa. Misalnya saja waist bag dengan renda, atau clutch dan tas berbentuk asimetris, juga penggunaan warna yang nyeleneh untuk kulit seperti silver dan shocking pink,” kata perempuan kelahiran 3 Maret 1985 ini.
Bermodalkan uang penghargaan dari perusahaan, Rilly menghabiskan sekitar 15 juta rupiah untuk membeli kulit dan aksesoris, membayar penjahit, dan ongkos bepergian selama survei.
Di tahun 2017, Rilly merilis produk perdana berupa enam tas perempuan. Ia menamakan produknya BHre, yang terinspirasi dari nama suami dan anak-anaknya.
Berawal dari promosi teman ke teman ditambah akun Instagram @bhre0303, produk karya Rilly mulai memiliki penggemar loyal. Produk BHre dibanderol dengan harga 500 ribuan hingga 1,8 juta rupiah.
“Kualitas kulit dan model sangat berpengaruh ke harga produk,” jelas Rilly.
Rilly ‘menyulap’ ruangan di rumahnya, di wilayah Pondok Kopi, Jakarta Timur sebagai galeri. Ia menerima kedatangan konsumen yang ingin melihat langsung produk BHre.
Ia juga tak pelit menjawab berbagai pertanyaan baik secara langsung maupun melalui Whatsapp atau Direct Message.
“Setiap saya posting produk BHre, pasti ada saja orang yang bertanya ini-itu, baik tentang produk saya maupun seputar kulit,” kata Rilly yang mempunyai hobi jalan kaki dan menggambar ini.
Hingga sebelum pandemi COVID-19, Rilly mengaku bisa menjual lebih dari 40 tas dalam setahun. Tahun baru dan Hari Raya Idul Fitri menjadi peak season untuk penjualan. Rilly kemudian menambah perajin dan penjahit di daerah Yogyakarta dan Malang.
Sempat vakum, kini siap memulai kembali
KOMENTAR ANDA