Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

KESALAHAN telah diperbuat oleh seorang perempuan, sanksi berat tengah mengintainya; seratus kali cambukan. Memang teramat pedih apa yang akan merajam tubuhnya. Namun, perempuan itu mendapatkan dispensasi besar-besaran dari Ilahi, dan dia adalah Laya binti Mansyar bin Ya’kub.

Siapapun wanitanya bisa saja tergelincir melakukan kesalahan atau mungkin lebih tepat disebut kekhilafan. Hanya saja, tidaklah adil hanya disebab nila setitik rusak susu sebelanga. Jangan sampai satu kekeliruan malah membuat sirna samudra cinta yang pernah dipersembahkannya.    

Ahmad Khalil Jam’ah dalam buku Istri-Istri Para Nabi (2020: 159-160) menerangkan:

Ada yang mengatakan, Laya binti Mansyar bin Ya’kub. Ada lagi yang mengatakan, namanya ialah Rahmah binti Afratsim. Pada hakikatnya, nama istri Ayyub tidaklah terlalu penting untuk kita ketahui, karena kita lebih penting mengetahui sikap-sikapnya yang harum mewangi yang mengabadikannya dan menjadikannya sebagai salah seorang istri para nabi yang abadi dan meninggalkan jejak-jejak cemerlang di dunia wanita-wanita mulia.

Ayyub adalah salah seorang nabi yang kaya. Laya, istri Ayyub, hidup dalam kenikmatan, taman-taman, dan mata air. Laya beriman kepada Ayyub dan dakwah beliau.  

Ibnu Asakir menyebutkan Ayyub bertempat tinggal di Syam dan daerahnya adalah terkenal di daerah bernama Al-Batsaniyah di Damaskus dekat dengan Nawa, daerah di Hauran. Masjid Ayyub, tempat pemandian beliau, dan tempat penumbukan biji miliknya di desa tersebut sangat terkenal.

Ayyub adalah orang kaya. Allah memberi beliau kekayaan yang banyak sekali dan menganugerahkan kepadanya seluruh jenis kenikmatan, yang paling pokok ialah tanah yang luas dan subur.

Kemudian roda nasib pun menjadi jungkir balik. Atas kesumat setan pula semua harta benda milik Nabi Ayyub pun musnah, bahkan seluruh anaknya meninggal dunia. Laya tidak gentar melihat tumbangnya kejayaan suami, dan memilih tetap setia.

Setan belum puas, maka ditiupkan bibit penyakit kulit hingga Nabi Ayyub pun terkapar. Laya masih saja setia merawat suami terkasih, bahkan dia pula yang banting tulang menafkahi hidup mereka.

Bertahun-tahun lamanya kesabaran luar biasa dipersembahkan oleh Laya kepada suaminya tanpa keluh kesah. Setan pun jengkel atas kesetiaan seorang istri yang teramat tabah merawat suami yang sakit kulit.

Setan terus menggoda, menghasut dan menyesatkan agar Laya berpaling. Lambat laun runtuhlah pertahanan dirinya, tidak tahan dengan penyakit berkepanjangan suaminya serta kelaparan yang mengenaskan, maka Laya pun memutuskan pergi.

Tinggallah Nabi Ayyub seorang diri, dalam kegeramannya maka diucapkanlah sebuah sumpah, seratus pukulan untuk istrinya yang sudah meninggalkannya dalam kondisi memprihatinkan.

Keajaiban pun terjadi, Tuhan memberikan suatu mukjizat, Nabi Ayyub disuruh menghentakkan kakinya hingga terbitlah mata air. Dia mandi dengan air itu hingga sembuhlah penyakit kulitnya.

Sementara itu Laya menyadari dirinya telah tergelincir oleh godaan setan. Dia menyesali sudah menelantarkan suami. Laya bukan perempuan jahat. Dia pun memutuskan untuk kembali dikarenakan khawatir keselamatan Nabi Ayyub.

Alangkah terkejutnya Laya menyaksikan Nabi Ayyub sudah segar bugar. Ternyata suaminya sudah sembuh berkat mukjizat dari Allah Swt.  Nabi Ayyub pun gembira menyambut istrinya.

Hanya saja, Nabi Ayyub teringat dengan sumpah yang terlanjur diikrarkan hingga wajib ditunaikan. Tetapi bagaimana caranya memukul seratus kali seorang perempuan penuh bakti?

Allah Swt. memberikan solusi bahkan amnesti, yang tertera pada Surat Shad ayat 44, yang artinya, “Ambillah dengan tanganmu seikat rumput, lalu pukullah (istrimu) dengannya dan janganlah engkau melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia selalu kembali (kepada Allah dan sangat taat kepadanya).”

Wahbah az-Zuhaili pada Tafsir al-Munir Jilid 12 (2021: 189-190) menafsirkan ayat tersebut:

Seikat kecil rumput selasih atau yang semacam itu, atau segenggam ranting, pukullah istrimu dengan seikat rumput itu, dan janganlah melanggar sumpahmu dengan tidak memukul istrimu. Melanggar sumpah adalah tidak melaksanakan sumpah yang telah diucapkan.

Ayyub pun bersumpah jika sembuh, ia akan memukul istrinya seratus kali. Allah Swt. melepaskan dari sumpahnya dengan dispensasi yang masih tetap berlaku dalam berbagai kasus hukuman had, seperti karena sakit atau yang semacam itu.

Memukul dengan seikat rumput adalah keringanan dari Allah Swt. bagi Ayyub untuk membebaskan diri dari sumpahnya sebagai penghargaan kepada sang istri atas pengabdian panjang yang telah ia berikan kepada Ayyub selama sakit.

Begitulah hikmah dispensasi dari Ilahi, disebabkan pengorbanan Laya yang begitu luar biasa selama mendampingi suami di masa-masa sulit, ketelatenan dirinya yang menakjubkan selama merawat suami yang sakit parah. Satu kekhilafan tidaklah menghapus segala kasih yang pernah dipersembahkannya.
Ibnu Katsir pada buku Kisah Para Nabi (2017: 359-360) menguraikan:

Hal tersebut merupakan rukhshah (keringanan) dari Allah Swt. bagi hamba dan rasul-Nya, yaitu Ayyub as. atas sumpahnya untuk memukul istrinya seratus kali. Setelah Allah menyembuhkan Ayyub dari penyakit yang dideritanya, Allah memerintahkan Ayyub agar mengambil seikat rumput untuk digunakan memukul istrinya dengan sekali pukulan saja. Hal itu sudah dianggap setara dengan seratus kali pukulan. Selanjutnya, ia diperintahkan untuk berbuat baik dan tidak melanggar sumpah.

Demikianlah, hal itu merupakan bentuk keringanan dari Allah yang dijadikan sebagai solusi atau jalan keluar bagi orang yang bertakwa dan taat kepada-Nya. Terlebih lagi, hal itu berkaitan dengan sosok istri Ayyub yang dikenal sangat tabah dan sabar dalam menjaga dan melayani suaminya selama sakit. Oleh sebab itu, Allah Swt. memberinya rukhshah (keringanan) hukuman seperti itu terhadap istri Ayyub.




Pantaskah Bagi Allah Anak Perempuan?

Sebelumnya

Betapa Lembutnya Al-Qur’an Menerangkan Surga Adalah Hak Perempuan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tafsir