KOMENTAR

PATUTLAH ada yang menyebut apa yang terjadi pada istri Nuh dan istri Luth merupakan tragedi. Dan yang tak ternalar itu adalah kedua perempuan tersebut celaka bukan disebabkan pihak lain, melainkan tergelincir dalam petaka disebabkan diri mereka sendiri.

Malangnya lagi, logikanya dua perempuan itu mendapatkan keselamatan dunia akhirat disebabkan berstatus istri nabi, tetapi siapa sangka keduanya malah terjerumus pada perbuatan yang dimurkai Tuhan.

Ketika istri nabi ingkar terhadap Allah

Istri Nuh bukan hanya tidak mendukung dakwah suaminya, malahan juga berpihak kepada kaum musyrik yang lebih membela berhala. Bukan hanya menuduh suaminya gila, dia juga menghasut putranya Kan’an untuk durhaka kepada Allah dan Nabi-Nya.

Kemusyrikan yang dilakukan sang istri tidak mampu dihapus oleh cahaya iman yang terpancar dari suaminya. Tanpa menunggu datangnya pembalasan akhirat, di dunia saja azab sudah menimpanya, sehingga perempuan itu tenggelam dalam banjir bandang bersama orang-orang kafir.

Istri Luth malah berkoalisi dengan kaumnya yang penyuka sesama jenis atau LGBT. Dia membangkang pada suaminya tatkala Nabi Luth menyeru kepada agama Allah dan melarang seks menyimpang.

Lebih buruk dari itu, suatu hari Nabi Luth kelabakan menyembunyikan dua malaikat yang bertamu dalam rupa dua pemuda tampan. Suaminya berupaya dua tamunya yang rupawan tidak diganggu kaum LGBT. Akan tetapi malahan sang istri yang mengabarkan kepada mereka, sehingga gerombolan pria penyuka sesama jenis menggeruduk rumah Nabi Luth.

Dan tanpa menunggu tibanya mahkamah akhirat, bersama kaumnya yang menyimpang itu, istri Luth ditimpakan azab yang pedih, bumi yang mereka huni dijungkirbalikkan oleh malaikat. Nabi Luth beserta segelintir kaum beriman diselamatkan oleh malaikat, sedangkan istri Luth berserta kaum musyrikin dibinasakan.

Sirnanya iman menjadi puncak

Dua perempuan itu diabadikan di dalam Al-Qur’an untuk menegaskan tiada yang lebih menyedihkan selain tragedi sirnanya iman.

As-Sayyid Muhammad Shiddiq Khan, Al-Qur'an dan As-Sunnah Bicara Wanita (2022: 211-212) menjelaskan:        

Istri Nuh bernama Wahilah, dan ada yang mengatakan Walihah. Sedangkan istri Luth bernama Wa’ilah, dan ada yang mengatakan Wali’ah. Artinya, dua perempuan itu ada dalam pemeliharaan pernikahan keduanya.

Pengkhianatan istri Nuh, dengan cara mengatakan kepada orang-orang bahwa dia orang gila. Adapun pengkhianatan istri Luth, dengan cara membocorkan kedatangan tamu beliau. Ada yang berpendapat, dengan kekufuran, dengan kemunafikan, atau dengan mengadu domba.

Meski keduanya merupakan istri Nuh dan Luth, tidak pula dapat membela kedua istri itu dari siksa Allah, meski kemudian Nuh dan Luth di sisi Allah. Di sini terkandung peringatan bahwa azab hanya dapat ditolak dengan ketaatan dan bukan dengan wasilah.

Surat at-Tahrim ayat 10, yang artinya, “Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang kufur, yaitu istri Nuh dan istri Luth. Keduanya berada di bawah (tanggung jawab) dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami, lalu keduanya berkhianat kepada (suami-suami)-nya. Mereka (kedua suami itu) tidak dapat membantunya sedikit pun dari (siksaan) Allah, dan dikatakan (kepada kedua istri itu), ‘Masuklah kamu berdua ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka).

Wahbah az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir Jilid 14 (2021: 700) menguraikan:

Istri Nabi Nuh as. dan istri Nabi Luth as. pun dihukum, meskipun mereka berdua berada di rumah kenabian dan menjadi istri seorang nabi. Akan tetapi, mereka berdua kafir terhadap Allah Swt. dan nabi-Nya sehingga hubungan suami istri tersebut tidak berguna sama sekali bagi mereka berdua dalam menyelamatkan mereka dari azab Allah Swt.

Tentang jodoh yang menolak hidayah

Allah membuat sebuah contoh dan perumpamaan yang menggambarkan keadaan orang-orang kafir dalam hal mereka berbaur, bergaul dan memiliki hubungan dengan kaum muslimin.

Seseorang tidak bisa menolong dan menyelamatkan siapa pun bahkan semua hubungan itu tidak memberi guna sedikit pun bagi mereka dan tidak memberi manfaat apa pun kepada mereka di sisi Allah Swt. selama tidak ada keimanan dalam hati mereka.

Karena hanya semata-mata bergaul, bercampur dan bersosialisasi, hubungan nasab atau hubungan suami istri tidak ada faedahnya sama sekali selagi seseorang masih saja kafir.

Contoh dan tamsilan itu adalah bahwa istri Nabi Nuh dan istri Nabi Luth, masing-masing dari mereka berdua adalah perempuan yang menjadi istri dari seorang nabi dan rasul, senantiasa bersama dengannya siang malam, makan, bergaul dan berinteraksi secara sangat intim dengannya. Akan tetapi mereka berdua berkhianat kepada suami dalam hal keimanan dan agama. Mereka berdua tidak beriman kepada suami masing-masing yang merupakan seorang nabi dan rasul, tidak memercayai kerasulan dan kenabiannya.

Meskipun masing-masing dari keduanya merupakan istri dari seorang suami yang menjadi nabi dan rasul, suaminya yaitu Nabi Nuh dan Nabi Luth tidak sedikit pun bisa memberikan kemanfaatan kepadanya.

Sang suami pun tiada bisa menghalau sedikitpun azab Allah Swt. darinya, dan tiada pula bisa menyelamatkannya dari malapetaka, padahal suami adalah hamba yang sangat terhormat dan mulia di sisi Allah Swt. Mereka berdua pun diliput azab dan hukuman yang buruk.




Pantaskah Bagi Allah Anak Perempuan?

Sebelumnya

Betapa Lembutnya Al-Qur’an Menerangkan Surga Adalah Hak Perempuan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tafsir