KAUM muslimin ternyata tidak benar-benar aman di negeri Habasyah, meskipun Raja Najasyi memberikan perlindungan, pihak musyrikin tidak tinggal diam begitu saja.
Kaum Quraisy mempersiapkan utusan guna memengaruhi Raja Najasyi, tuntutan mereka adalah seluruh Muhajirin dipulangkan kembali ke Mekah.
Supaya misi ini berlangsung dengan mulus, hadiah-hadiah megah pun disiapkan. Tabiat raja-raja suka dikasih hadiah, dengan begitu mereka mengharapkan Raja Najasyi dapat dilunakkan hatinya dengan persembahan.
Demi memperlancar misi, mereka juga menyiapkan hadiah-hadiah untuk para bangsawan dan pemuka agama Habasyah, sehingga mereka diharapkan turut memengaruhi sikap raja.
Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi dalam buku My Beloved Prophet Teladan Sepanjang Zaman (2008: 150) menceritakan:
Kaum Quraisy mengetahui bahwa beberapa Muhajirin menetap di Habasyah, negeri tersebut melindungi orang-orang itu. Mereka pun mempersiapkan beberapa utusan, di antaranya Amr ibn Ash, seorang politikus dan negosiotar handal, dan Abdullah bin Abi Umayyah.
Keduanya disuruh membawa hadiah yang sangat mewah untuk Najasyi dan para pembantunya. Dimaksudkan, jika hati dan jiwanya telah tunduk kepada mereka, Najasyi tersebut akan mudah diminta mengusir kaum Muhajirin pulang ke Mekah. Dengan begitu, kaum Quraisy bisa kembali menyiksa dan membatasi ruang gerak kaum muslimin dalam menyampaikan dakwah Islam.
Utusan Quraisy tiba dengan membawa banyak hadiah. Akan tetapi, sebelum memberikan hadiah kepada Najasyi, mereka terlebih dulu membagikan hadiah kepada para pembantunya. Ini merupakan taktik untuk menghimpun dukungan dari para pembantu, khususnya saat mereka menghadap dan meminta sang Najasyi untuk mengusir para Muhajirin kembali ke Mekah.
Setelah membagikan hadiah, Amr angkat bicara. Ia berkata kepada Najasyi dan para pembantunya, "Sekelompok orang bodoh dari kami telah meninggalkan agama mereka dan datang membawa agama baru yang tidak kami ketahui dan juga tidak kalian kenali."
Usai mengucapkan kata-katanya, ia memberi isyarat kepada para pembantu Najasyi (yang telah diberi hadiah) untuk membawa para Muhajirin itu ke hadapan sang Najasyi.
Hebatnya Raja Najasyi sama sekali tidak langsung terpengaruh meski kalangan Quraisy mengirimkan diplomat handal, walaupun istananya dibanjiri hadiah. Sang Raja Habasyah tetap bersikap adil dengan mendengarkan terlebih dahulu penjelasan kedua belah pihak.
Syukurnya, kaum muslimin memiliki seseorang yang luar biasa kemampuan diplomasinya, yaitu Ja’far bin Abi Thalib. Saudara sepupu Rasulullah saw. ini mampu membuktikan kebenaran agama Islam dengan penjelasan yang mengagumkan.
Syaikh Muhammad Yusuf Al-Kandahlawi dalam buku Sirah Sahabat (Hayatush Shahabah) Keteladanan Orang-Orang di Sekitar Nabi (1998: 141) menguraikan:
Ketika menghadap Raja Najasyi, Ja’far mengucapkan salam dan tidak melakukan sujud kepadanya. Karena itu orang-orang menghardiknya, “Mengapa engkau tidak sujud kepada Raja?”
Ja’far menjawab, “Sesungguhnya kami tidak sujud kecuali kepada Allah semata.”
“Bagaimana jelasnya?” tanya Raja Najasyi.
Ja’far menjawab, “Sesungguhnya Allah telah mengutus seorang Rasul kepada kami, kemudian beliau memerintahkan agar kami tidak sujud selain kepada Allah, juga memerintahkan agar kami mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat.”
Amr bin Al-Ash menyela, “Sesungguhnya mereka tidak sependapat dengan Tuan tentang Isa bin Maryam.”
Raja Najasyi bertanya, “Apa pendapatmu tentang Isa bin Maryam dan ibunya?”
Ja’far menjawab, “Kami jawab seperti yang difirmankan Allah, bahwa Isa adalah kalimat dan ruh-Nya yang disampaikan kepada wanita yang suci lagi menjaga kehormatannya, yang tidak pernah dijamah seorang lelaki pun dan belum pernah mempunyai anak.”
Raja Najasyi memungut tongkat dari atas tanah lalu mengangkatnya, seraya berkata, “Wahai semua rakyat Habasyah, para pendeta dan pastur! Demi Allah, apa yang mereka katakan tentang Isa sama dengan apa yang kita katakan. Selamat datang atas kedatangan kalian dari sisinya. Aku bersaksi bahwa beliau adalah rasul Allah dan beliaulah yang kita dapatkan di dalam Injil. Beliau adalah seorang rasul yang dikabarkan Isa bin Maryam. Tinggallah di sini menurut kehendak kalian. Demi Allah, andaikan saja aku bukan seorang raja, tentu aku akan menemui beliau dan akulah yang akan membawakan kedua selopnya.”
Kedua utusan Quraisy itu pun terpana, betapa penjelasan Ja’far telah membuka hati Raja Najasyi. Kini situasi sudah berbalik arah, sang raja malah membenarkan agama Islam. Peluang itu tidak disia-siakan oleh kaum muslimin, ketika hati Raja Najasyi sudah terbuka oleh hidayah, Ja’far pun menyampaikan ayat-ayat suci.
Bassam Muhammad Hamami dalam buku Biografi 39 Tokoh Wanita Pengukir Sejarah Islam (2017: 218) menceritakan:
Ja’far bin Abi Thalib kemudian membacakan sejumlah ayat dari surah Maryam. Setelah mendengar ayat-ayat tersebut, Najasyi menangis hingga janggutnya basah. Begitu juga dengan para uskup ikut menangis setelah mendengar ayat-ayat yang dibacakan di hadapan mereka.
KOMENTAR ANDA