Karena itulah, jika takut diri kita tak mampu berpikir objektif dan salah mengambil keputusan, kita harus berani meminta bantuan dari orang-orang yang kredibel untuk menilai kepribadian calon imam kita.
Jika ibu kita masih hidup, ia adalah orang yang menjadi puncak prioritas untuk menilai sang calon imam. Tapi tentulah patokan ibu haruslah nilai-nilai Islam, bukan berapa banyak pundi-pundi yang dimiliki laki-laki itu untuk menghidupi anak perempuannya.
Sekali lagi, cinta dan kasih sayang mungkin saja ada, tapi ketenangan harus diupayakan.
Pasangan yang menghadirkan ketenangan adalah dia yang takut kepada Allah kapan dan di mana saja.
Laki-laki yang menyadari bahwa istri adalah tanggung jawabnya di dunia dan akhirat. Dia yang mampu menindak tegas kesalahan istrinya dengan cara yang diizinkan Allah, bukan dengan meluapkan kemarahan berlebihan hingga menyakiti fisik dan hati perempuan itu.
Memilih pasangan untuk kedua atau ketiga kalinya, jangan sampai kita abai dan lengah. Jangan terburu nafsu dan terbawa perasaan.
Jangan pernah melupakan Allah untuk memandu kita mengambil keputusan. Itulah yang melindungi kita dari melakukan kesalahan yang sama dan dari kehancuran rumah tangga.
Pernikahan kedua, tentulah kita ingin lebih sakinah.
KOMENTAR ANDA