Bacalah Al-Qur'an, maka akan membuatmu tenang/Net
Bacalah Al-Qur'an, maka akan membuatmu tenang/Net
KOMENTAR

DENGAN secepat kilat, nama Rasmus Paludan melejit di seantero dunia. Sebab musababnya, politikus itu sengaja memantik kemarahan umat Islam. Dengan teganya dia membakar kitab suci Al-Qur’an di hadapan Kedutaan Besar (Kedubes) Turki di Stockholm, Swedia. Tidak ada terbersit penyesalan, karena Paludan meyakini tindakannya sebagai wujud kebebasan berekspresi.

Sebelumnya, Paludan punya catatan buruk yang cukup panjang. Pada mulanya, dia aktif di berbagai aksi unjuk rasa yang mengusung kampanye kebencian terhadap muslim. Kapalang basah, Paludan pun merintis partai Stram Kurs yang antimuslim dan antiimigran.

Berhubung partainya tidak laku, sebagai politisi minim akhlak, Paludan memilih jalan pintas. Demi ambisi politik, untuk mendongkrak popularitas, kitab suci Islam dibakarnya.

Kejadian tidak terpuji ini kontan memantik kemarahan umat Islam sedunia. Tapi, wajarkah kaum muslimin marah!

Nurul H Maarif dalam buku Samudra Keteladanan Muhammad (2017: 220) menjelaskan: Sebagai manusia biasa, Rasulullah Saw juga memiliki sifat marah. Bahkan jika marah, tak seorang pun berani berbicara padanya. Namun demikian penting dipahami, kendati beliau marah, namun bukanlah pemarah.

Marah beliau proporsional dan profesional, yang mampu memilah kapan beliau harus marah dan kapan tidak perlu marah. Menyangkut urusan pribadi, beliau tidak pernah marah. Menyangkut urusan agama, barulah beliau marah.

Diinformasikan oleh Aisyah, beliau tidak pernah marah/membalas tatkala dirinya disakiti/dihina. Namun, jika hal-hal yang diharamkan Allah Swt. dilanggar, beliau marah/membalas karena Allah Swt. (HR Bukhari dan Muslim).

Jadi, perlukah umat Islam marah?

Jelas, perlu sekali sekali umat Islam marah, karena yang disakiti adalah bagian terpenting dari agama. Kemarahan muslimin sedunia kali ini sudah sesuai dengan apa yang diteladankan oleh Rasulullah.

Bukankah Nabi Muhammad sangat sabar bila yang tersakiti dirinya, tetapi menjadi marah bila yang dilecehkan adalah agamanya. Kita tidak boleh tinggal diam bila Al-Qur’an diperlakukan secara barbar, apalagi sampai dibakar secara sengaja di depan umum.

Namun, bukan sembarangan marah ya!

Marahlah kepada pihak yang tepat, dengan maksud yang tepat, cara yang tepat dan tujuan yang tepat pula. Tidak mudah lho, marah yang demikian. Jangan sampai kemarahan kaum muslimin justru merusak citra agama suci Islam. Misalnya, aksi anarkisme demi meluapkan amarah hanya merugikan kaum muslimin sendiri.

Lihat betapa licinnya pelaku, Paludan sengaja membakar Al-Qur’an justru di tengah komunitas muslim Swedia. Apalagi maksudnya kalau bukan memancing emosi dan mengharapkan umat Islam amarahnya lepas kontrol.

Begitu ada satu orang muslim saja yang lepas kendali, lalu melakukan aksi anarkisme, maka bergembiralah kelompok Islamfobia tersebut! Itulah yang paling mereka harapkan, yaitu menemukan bukti betapa tudingan agama Islam identik kekerasan, menemukan bukti nyata.

Pelaku pembakaran Al-Qur’an ini adalah politikus yang sedang tidak laku, kebetulan pula orangnya memang Islamfobia (kebencian yang tidak rasional terhadap Islam). Pelaku sengaja memancing amarah kaum muslimin dengan tujuan menjadikan dirinya sasaran aksi kekerasan demi mengatrol popularitasnya di kancah politik, supaya dengan mulus mendaratkan di kursi empuk parlemen.

Umat Islam haruslah berhati-hati!

Jangan berpikir dangkal dalam memahami kasus pembakaran Al-Qur’an! Jangan terpancing emosi menyikapi penghinaan terhadap kitab suci, sebab aksi kekerasan yang kaum muslimin lakukan adalah harapan tertinggi mereka.

Waspadalah!

Lagipula, aksi pembakaran itu tidak akan pernah menurunkan kualitas Al-Qur’an sebagai mukjizat terbesar. Aksi tidak bermartabat itu justru mempermalukan wajah Eropa yang menyebut dirinya wajah agung peradaban, tetapi membiarkan aksi yang tidak terpuji.

Pemerintah Swedia harus bertanggung jawab, karena memberi izin bagi Paludan dan kelompoknya menggalang aksi yang berujung pembakaran Al-Qur’an. Banyak yang dapat dilakukan oleh kaum muslimin demi menekan pemerintah Swedia.

Misalnya, dengan memboikot produk-produk Swedia bukan hanya menyadarkan mereka betapa marahnya kaum muslimin, tapi juga mendesak negara itu untuk menghukum pelaku serta mencegah kejadian serupa berulang di masa mendatang.

Pemerintah Turki patut diapresiasi, yang dengan tegas memprotes keras, menolak proposal Swedia bergabung dengan NATO. Sikap tegas ini jelas pukulan

telak bagi Swedia supaya bersikap lebih bijaksana dalam menghormati perbedaan agama.

Pemerintah Indonesia tak kalah sigap, melalui Kementerian Luar Negeri sudah mengutuk keras aksi pembakaran Al-Qur’an. Umat Islam boleh melakukan cara apapun guna menujukkan kemarahan yang profesional. Lakukanlah apa saja yang memberikan kesadaran pada dunia bahwa Islampobia tidak dapat dibenarkan.




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur