SAMPAI saat ini belum pernah terdengar ada yang mabuk gara-gara makan tapai. Kendati demikian, masih saja ada yang berdebar-debar memakannya, karena tapai melalui proses fermentasi, yang hasilnya mengandung alkohol.
Bagi penggemar kajian halal haram, tentu paham betapa seriusnya pembahasan alkohol. Dan pada kenyataannya, tapai sudah menjadi bagian dari peradaban kuliber masyarakat Indonesia, entah itu tapai singkong, tapai ketan dan sebagainya.
Bahkan dalam masyarakat Sunda, dikenal yang namanya peuyeum, sebagai tapai yang lebih kering, lebih keras, dan lebih tahan lama.
Apakah kita sudah terlanjur menyantap yang dilarang agama?
Tunggu dulu!
Simak dengan cermat apa yang telah difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Titis Sari Kusuma & Adelya Desi Kurniawati dalam buku Makanan Halal dan Thoyyib (2021: 42-43) mengungkapkan, tapai singkong, tapai ketan hitam, tapai ketan putih, tapai ketan hijau, halal dikonsumsi.
Hal ini sesuai dengan ketentuan fatwa MUI No 4, tentang Standarisasi Fatwa Halal. Di situ disebutkan, minuman keras yang dibuat dari air perasan tapai dengan kandungan etanol minimal 1% termasuk kategori khamar. Adapun tapai dan air tapai tidak termasuk khamar, kecuali apabila memabukkan.
Lebih rincinya, Fuad Thohari dalam buku Hadis Ahkam (2018: 136-137) menguraikan Fatwa MUI tentang makanan dan minuman beralkohol:
1. Khamar adalah setiap yang memabukkan, baik berbentuk minuman maupun yang lain, hukumnya haram.
2. Minuman yang termasuk dalam kategori khamar adalah minuman yang mengandung etanol (C2H5OH) minimal 1%.
3. Minuman yang termasuk kategori khamar adalah najis.
4. Minuman yang mengandung etanol di bawah 1% sebagai hasil fermentasi yang direkayasa adalah haram atas dasar preventif, tapi tidak najis.
5. Minuman yang dibuat dari air perasan tapai dengan kandungan etanol minimal 1% termasuk kategori khamar.
6. Tapai tidak termasuk khamar.
7. Etanol yang merupakan senyawa murni yang bukan berasal dari industri khamar adalah suci.
Dengan penjelasan ini semoga tidak lagi membuat gundah bagi siapapun yang tertarik menyantap tapai.
Fermentasi memang menjadi proses pembuatan tapai, hingga hasilnya pun mengandung alcohol. Akan tetapi, kadar alkoholnya tidak melampaui batas yang diharamkan, yakni 1%.
Itu saja yang penting kita perhatikan! Selebihnya, nikmatilah tapai sebagai warisan kuliner Nusantara.
Pertanyaan lain muncul, bagaimana cara agar tapai yang kita santap memiliki kadar alkoholnya tetap di bawah 1%? Begini cara mudahnya!
Diah Nimpuno dalam buku Ayo Membuat Masakan & Kue dari Bahan Halal (2017: 74) menjelaskan, untuk membuat tapai dibutuhkan ragi tapai yang nama ilmiahnya Sacchromyces Cerevisiae. Ketika terjadi fermentasi karbohidrat, akan terbentuk pula alkohol. Menurut penelitian, kadar alkohol dalam tapai akan meningkat melebihi 1% setelah 2 hari tapai jadi.
Hal ini berlaku untuk tapai ketan, tapai beras, dan tapai singkong yang dibuat dengan cara ditumpuk, sedangkan tapai singkong yang dibuat dengan cara digantung, tidak ada peningkatan kadar alkohol yang signifikan.
Cara lain untuk menghentikan fermentasi pada tapai adalah dengan merebus atau mengukusnya (setelah 2 hari tapai jadi). Kemudian, tapai disimpan dalam lemari es dan segera dihabiskan. Tapai 'jadi' ditandai dengan rasa sudah manis dan tekstur lebih lunak, biasanya 3 hari setelah diberi ragi.
Sederhananya, jika ingin aman maka langsung saja disantap tanpa perlu berlama-lama. Agar kadar alkoholnya tidak meningkat, simpan di dalam kulkas atau kukus kembali tapai tersebut.
Penjelasan ini menjadi makin berharga, sebab tapai mengandung vitamin dan juga sumber prebiotik yang dibutuhkan tubuh. Jadi, tidak ada alasan untuk menjauhinya.
KOMENTAR ANDA