NAMA Sahara Kafila dikenal sebagai sebuah penyelenggara perjalanan umrah dan haji plus yang mengantongi izin Departemen Agama RI sebagai perusahaan penyelenggara ibadah umrah (SK Menteri Agama RI No. 174 Tahun 2019) dan perusahaan penyelenggara ibadah haji khusus (SK Menteri Agama RI No. 552 Tahun 2019) sekaligus menjadi anggota HIMPUH (Himpunan Penyelenggara Haji dan Umrah).
Dengan visi menjadi perusahaan travel umrah dan haji khusus pilihan utama bagi jemaah dalam beribadah, Sahara Kafila mengusung motto “beribadah dengan hati, cinta dan syukur”.
Di balik eksistensi Sahara Kafila selama hampir dua dekade, ada sosok perempuan hebat yang dengan tekad kuatnya merintis dan mengembangkan perusahaan tersebut. Dialah Widiya Putri Ika Mas’ud.
Kini, dengan kembali normalnya kuota haji tanpa batasan usia, Sahara Kafila telah berhasil memberangkatkan jemaah yang tertunda keberangkatannya akibat pandemi COVID-19. Bahkan kuota umrah pun sudah ditutup karena fully booked sampai bulan Syawal 1444 H.
Bagaimana ibu dari tiga anak ini merintis usahanya hingga kini menuai sukses? Berikut perbincangan Farah.id dengan Ika, panggilan karib sang owner Sahala Kafila.
Bagaimana awal mula Mbak Ika bisa terjun ke usaha perjalanan haji dan umrah?
Berawal dari pertama kali saya melaksanakan ibadah haji saat kuliah semester dua. Waktu itu pembimbing haji saya bernama Ibu Mutmainnah. Saya begitu terkesan dengan cara beliau membimbing jemaah. Saat itu saya mengatakan ke ayah saya ingin menjadi seperti Bu Mutmainnah. Ayah saya (Ir. H. Abdullah Mas’ud-red) bilang, ini di Mekah, loh…ayo berdoa (supaya dikabulkan Allah Swt.).
Entah kenapa, sepulang dari haji, magnet Mekah terasa begitu luar biasa. Saya sampai ingin berhenti kuliah supaya bisa bekerja menjadi seorang pembimbing haji dan umrah. Tapi ayah saya mengingatkan bahwa pendidikan harus selesai.
Ayah kemudian mencarikan teman yang memiliki usaha travel haji dan umrah. Akhirnya kami membangun kerja sama dan saya ikut bekerja di sana. Tapi karena kebanyakan orang yang berkecimpung di bidang ini adalah para senior yang sudah berpengalaman, saya dianggap anak kecil yang tidak tahu apa-apa. Dan itu membuat saya merasa tidak nyaman.
Ayah kemudian menyarankan saya untuk mengaji, mendalami ilmu agama. Saya pun belajar di Yaman selama dua tahun. Salah satunya mendalami ilmu fikih, termasuk fikih wanita. Semua ilmu yang saya dapat sangat terpakai selama mendampingi jemaah umrah dan haji.
Sepulang dari Yaman, saya mengajak dua orang dari travel umrah tempat saya awal bekerja untuk merintis sendiri usaha perjalanan haji dan umrah. Qadarullah, ada perusahaan travel yang dijual, dan alhamdulillah, saya bisa membelinya dengan izin Allah. Berdirilah PT Sahara Kafila Wisata yang mulanya hanya mendapat izin penyelenggaraan umrah.
Dari awal mengurus perizinan usaha, mengurus paspor dan visa jemaah, menyiapkan perlengkapan umrah, booking tiket dan hotel, semua dilakukan oleh kami bertiga. Jemaah umrah pertama kami sebanyak 114 orang.
Sejak itu alhamdulillah rezeki terus mengalir, Allah mudahkan kami melaksanakan perjalanan haji dan umrah lima hingga delapan kali dalam satu bulan. Karyawan kami pun mulai bertambah banyak.
Seperti apa tantangan merintis bisnis travel haji dan umrah?
Saat Sahara Kafila berkembang, saya mulai berumah tangga. Suami saya juga mencukupi kebutuhan keluarga dengan baik. Walhasil, saya tidak berpikir untuk semata mencari untung dalam mengelola travel haji dan umrah. Saya tidak mau menekan jemaah dengan membebankan biaya yang terlampau besar, tapi bagaimana bisa fokus pada pelayanan yang prima.
Alhamdulillah, Allah menganugerahkan rezeki seorang suami yang memberikan kebebasan dan kenyamanan bagi saya dalam menjalankan usaha. Namun saya tidak pernah mengabaikan keluarga. Jika keluar rumah, saya selalu minta izin suami. Saat harus meeting atau bertemu klien di pagi hari, saya pastikan masakan di rumah sudah tersedia. Dan sesibuk apa pun, saya berusaha pulang ke rumah sebelum suami pulang.
Seperti apa suka duka mengelola travel umrah dan haji?
Satu tahun setelah Sahara Kafila resmi beroperasi tahun 2007, kami membangun cabang di berbagai daerah. Pada saat itu pernah mencapai 45 cabang. Menariknya, para jemaah yang merasa puas dengan service kami berinisiatif untuk membuka cabang Sahara Kafila di daerah mereka. Mereka pula yang mengembangkannya.
Saat ini, persaingan makin ketat. Bahkan visa Arab Saudi sudah bisa didapatkan melalui marketplace, dan biasanya ini disukai kalangan muda untuk melakukan umrah ala backpacker.
Tapi kami memahami, mereka yang berusia 40 tahun ke atas tetap menginginkan berangkat ke Baitullah dengan nyaman dan mendapat bimbingan dari figur ustaz yang memiliki ilmu agama yang baik.
Bagaimana Sahara Kafila bisa bertahan selama pandemi COVID-19?
Dua tahun sebelum pandemi, ayah saya menantang saya untuk mengembangkan diri, agar tidak terjebak pada comfort zone di usaha travel umrah dan haji.
Sahara Kafila sejatinya adalah salah satu unit usaha di bawah naungan Yayasan Kafila Thoyiba yang mengelola pesantren Kafila International Islamic School. Saya dan adik saya diberi amanah oleh ayah untuk mengembangkan sejumlah unit usaha sebagai sumber pemasukan untuk operasional pesantren.
Ketika pandemi melanda, Sahara Kafila berhenti beroperasi padahal waktu itu kami sudah melakukan pelunasan biaya haji. Untuk menjaga kredibilitas, saya pastikan ada karyawan setiap hari yang stand by di kantor. Jemaah bisa bertanya tentang apa pun dan memastikan bahwa kami tidak akan ‘kabur’. Banyak karyawan yang dialokasikan ke unit usaha lain, termasuk ke pesantren yang memang tetap berjalan dengan sistem belajar online.
KOMENTAR ANDA