HEBOH-heboh terkait keluhan seorang karyawati yang diajak atau dipaksa staycation oleh bos lelakinya demi memuluskan kontrak kerja, boleh jadi malah tidak mengejutkan sebagian pihak. Kenapa?
Ekploitasi seksual terhadap pekerja wanita seperti sudah menjadi rahasia umum belaka. Jika yang terjadi tekanan untuk staycation menjadi jurus memaksa karyawati menuruti hasrat bos lelaki, maka itu tidak lebih dari sejarah kelam yang berulang-ulang saja.
Dengan sangat menyesal, kita perlu menyadari posisi pekerja perempuan memang teramat rentan. Malangnya, peran menyenangkan hasrat liar bos umpama tugas tersendiri bagi para pekerja wanita, yang tidak jarang melayani sampai ke urusan tempat tidur.
Zaman terbalik
Nabi Muhammad mengingatkan perempuan bagaikan tulang rusuk, itulah pemahaman yang berkembang di zaman nabi. Di zaman kini, perempuan si tulang rusuk malah terbalik perannya menjadi tulang punggung.
Begitu berjuang di medan nafkah, maka seketika itu pula wanita yang diibaratkan tulang rusuk disulap menjadi tulang punggung. Entah itu menjadi tulang punggung bagi orang tua atau saudara-saudarinya, atau menjadi tulang punggung bagi anak-anak juga suami tercinta.
Dan dalam perjuangan yang sungguh berat itu, para pekerja wanita tidak mendapatkan perlindungan maksimal atas harkat dan martabatnya. Dan ketika muncul istilah staycation, lagi-lagi yang terjadi kemalangan yang mendera kaum hawa. Secara lahirah, tenaga mereka diperas habis-habisan dan secara batiniah kehormatan mereka dizalimi.
Memang hanya keburukan yang bermunculan jika hidup kita sudah terbalik dari apa yang diarahkan oleh Rasulullah. Apakah kita akan membiarkan kaum perempuan terus menjadi korban?
Pemaknaan menyimpang
Pada laman dictionary.cambridge.org diterangkan bahwa, staycation: a holiday that someone spends in their own country or at home, rather than travelling some.
Ada keindahan yang tersimpan dalam istilah staycation yang mengedepankan aspek liburan hemat. Tidak perlu jauh-jauh pergi traveling yang menelan ongkos mahal, cukup jalan-jalan di negara sendiri atau bahkan berwisata tidak jauh dari rumah.
Tapi, itu kan baru defenisi yang tercantum pada kamus Cambridge.
Dalam perkembangannya, terkhusus di sisi gelap dunia kerja, pada praktiknya staycation sudah mengalami berbagai pemaknaan yang jauh menyimpang. Dan yang muncul staycation dalam arti bersenang-senang bersama, semisal jalan bareng, makan bersama, jalan-jalan, shopping atau yang sejenisnya. Dalam aksi senang-senang begini sudah terjadi khalwat dan juga ikhtilath, yang dosa-dosanya dimurkai Tuhan.
Syahrizal Abbas dalam buku Filosofi Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh (2018: 67-69) menerangkan, Khalwat adalah perbuatan yang berada pada tempat tertutup atau tersembunyi antara dua orang yang berlainan jenis yang bukan mahram dan tanpa ikatan perkawinan dengan kerelaan kedua belah pihak yang mengarah pada perbuatan zina.
Khalwat adalah berdua-duaan laki-laki dan perempuan nonmuhrim di tempat sepi yang jauh dari jangkauan manusia lainnya. Adapun ikhtilath adalah campur baur laki-laki dan perempuan bukan mahram dalam pergaulan. Kedua aspek itulah yang dilanggar dalam pemaknaan menyimpang dari staycation versi karyawati dengan atasan lelakinya.
Nah, ada lagi pemaknaan yang semakin jauh menyimpang, apabila staycation dalam makna suatu hubungan seksual antara karyawati dengan atasannya, maka hukum berzina itu teramat tegas di dalam agama Islam.
Surat al-Isra ayat 32, yang artinya:
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu merupakan perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk.”
Ingatlah, mendekati zina saja sudah diharamkan, terlebih lagi jika sampai melakukan perzinaan maka itu luar biasa haramnya. Kesimpulannya, berbagai makna menyimpang staycation tersebut yang melibatkan hubungan nonmahram, tergolong perbuatan yang tidak dibenarkan agama.
Meluruskan fitrah
Bukan hanya ditujukan kepada karyawati yang terpaksa atau mungkin atas kehendak sendiri melakukan sesuatu yang dilarang bersama atasan, tetapi penjelasan staycation dari perspektif agama ini juga berlaku bagi siapa saja.
Sungguh telah menodai perikemanusiaan jika seorang atasan memaksa karyawati melayani kesenangan hawa nafsunya. Pekerja muslimah wajib menolak keras dan mengadukan pada jalur hukum sekiranya dipaksa staycation oleh atasan laki-laki.
Dan menjadi sesuatu yang tidak bermoral ketika justru seorang karyawati sengaja mengajak atau menggoda atasan lelaki untuk staycation hanya demi mengharapkan kontrak kerja, posisi tertentu atau keuntungan terselubung.
Sungguh memilukan jika bangsa ini hanya kompak terkejut mendengar pengakuan pilu karyawati yang dipaksa staycation, justru di saat masa kontrak kerjanya hampir habis.
KOMENTAR ANDA