e. Konten/informasi yang dibuat berdampak baik bagi penerima dalam mewujudkan kemaslahatan serta menghindarkan diri dari kemafsadatan;
f. Memilih diksi yang tidak provokatif serta tidak membangkitkan kebencian dan permusuhan;
g. Kontennya tidak bersisi hoax, fitnah, ghibah, namimah, bullying, gosip, ujaran kebencian, dan hal lain yang terlarang, baik secara agama maupun ketentuan peraturan perundang-undangan;
h. Kontennya tidak menyebabkan dorongan untuk berbuat hal-hal yang terlarang secara syar'i, seperti pornografi, visualisasi kekerasan yang terlarang, umpatan, dan provokasi; dan
i. Kontennya tidak berisi hal-hal pribadi yang tidak layak untuk disebarkan ke ranah publik.
Kaum muslimin dapat mengukur konten-konten yang dibuatnya yang sudah ditebar di media sosial, selagi sesuai dengan aturan yang telah diuraikan di atas maka kita sudah berada di koridor yang diperbolehkan dalam hukum Islam. Untuk mengetahui boleh atau haramnya konten yang kita buat, maka diukur berdasarkan deretan aturan tersebut.
Islam tidak mungkin menghambat umatnya untuk meraih kemajuan. Agama tauhid ini selaras dengan zaman apapun, dan kehadiran konten-konten yang bertebaran di medsos tidak langsung diharamkan secara mutlak. Islam menyeru umatnya untuk mengukur sendiri dengan akal sehat dan menyelaraskannya dengan ajaran agama.
Demikian bijaksananya ajaran Islam dalam mengakomodir kemajuan teknologi, hendaknya tidak meruntuhkan moralitas kaum muslimin untuk mengedepankan kebajikan bukannya hanya mengejar cuan belaka. Semoga konten-konten yang kita buat tersebut menjadi ladang pahala yang bermanfaat di mahkamah akhirat kelak. (F)
KOMENTAR ANDA