HIJRAHNYA Rasulullah saw. beserta segenap kaum muslimin ke Madinah telah menjadi terobosan kehidupan baru bagi mereka. Sebab di negeri hijrah itulah umat Islam dan Nabi terbebas dari aksi penganiayaan dan berbagai jenis kezaliman pihak musyrikin Quraisy.
Sebaliknya, peristiwa hijrah malah tidak kunjung memberikan ketenangan bagi penduduk Mekah. Selain kehilangan orang-orang yang biasanya mereka sakiti, kini musyrikin Quraisy pun terkena azab yang teramat pedih. Mereka tidak perlu menunggu akhirat untuk membuktikan azab Tuhan itu benar-benar nyata.
Kemarau yang teramat parah menghancurkan sendi-sendi kehidupan penduduk Mekah. Musim kemarau telah membuat tanah yang tandus kian gersang. Orang-orangnya menderita kehausan yang teramat menyedihkan. Mereka juga mengalami kelaparan terimbas lahan-lahan pertanian yang binasa dan juga ternak-ternak yang ikut mati.
Dalam hembusan angin kemarau yang terasa makin membara, musyrikin Mekah menginsyafi azab Tuhan sudah melanda. Bukankah dahulu mereka dengan congkaknya menantang Rasulullah untuk menurunkan azab.
Sebetulnya ketika itu mereka hendak membantah ajaran Islam, sehingga mereka menantang Nabi Muhammad agar berdoa kepada Allah supaya Mekah diturunkan musim paceklik seperti yang dialami umat Nabi Yusuf.
Sejarah telah mencatat kemarau yang berujung paceklik di masa Nabi Yusuf sangatlah panjang, menelan waktu berbilang tahun lamanya. Siapa sangka tantangan itu justru dijawab Tuhan segera setelah Nabi Muhammad beserta kaum muslimin hijrah ke Madinah.
Kesombongan telah berbalas azab yang mengerikan, penduduk Mekah pun di ambang kebinasaan. Saking beratnya kemarau yang melanda, sampai-sampai mereka melihat langit hanyalah diliputi kabut.
Kejadian mengejutkan ini dicantumkan dalam Surah ad-Dukhan ayat 10, yang artinya, “Maka tunggulah pada hari ketika langit membawa kabut yang tampak jelas.”
Inilah salah satu hikmah dari sekian banyak mutiara hikmah dari peristiwa hijrah, karena Allah Swt. menunggu dulu momentum yang tepat hingga Rasulullah dan kaum muslimin menyelesaikan hijrah. Setelah kaum beriman pindah ke Madinah, barulah azab yang ditantang pihak musyrikin itu diturunkan.
Imam As-Suyuthi dalam buku Asbabun Nuzul Sebab-Sebab Turunnya Ayat Al-Qur'an (2014: 472) menerangkan:
Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, ia mengatakan, bahwasanya orang-orang Quraisy ketika menentang Nabi saw., maka beliau mendoakan mereka supaya ditimpa paceklik sebagaimana yang dialami oleh umatnya Nabi Yusuf. Mereka akhirnya terkena paceklik hingga mereka memakan tulang belulang.
Ada seorang laki-laki yang memandang ke arah langit sehingga ia melihat antara dirinya dengan langit seperti ada kabut. Hal itu karena dirinya merasa sangat berat menanggung derita. Maka Allah menurunkan ayat ini.
Luar biasa beratnya azab kemarau yang dialami, sehingga di tengah kepungan suhu yang seperti mendidih mereka malah mengalami gangguan pandangan, sehingga melihat langit pun bagai memandang kabut belaka.
Penduduk Mekah yang lagi kepayahan mulai meratapi keadaan. Jika tidak ada solusi niscaya orang-orang di sana bisa hancur semuanya. Namun, berbagai upaya telah dilakukan, berhala-berhala yang disembah tidak memberikan faedah sedikitpun. Berhala-berhala yang dipuja hanyalah benda mati yang tiada berdaya.
Satu-satunya harapan itu bersinar nun jauh di sana, di sebuah kota yang baru saja bersalin nama dari Yatsrib menjadi Madinah. Seorang Nabi utusan Allah yang baru saja sukses berhijrah bersama para pengikutnya menjadi tumpuan untuk menyelamatkan Mekah dari kehancuran.
Namun, mungkinkah para pemuka Quraisy yang berjubah kesombongan itu sudi menemui Nabi demi memohon belas kasih? Selain itu, sekian banyak kekejaman yang sudah pernah ditimpakan kepada Rasulullah dan para sahabatnya, akankah beliau bermurah hati?
M. Quraish Shihab menerangkan pada Tafsir Al-Misbah bahwa:
Masa paceklik itu oleh sementara ulama dinyatakan terjadi beberapa saat setelah Nabi saw. berhijrah, dan ketika itulah kaum musyrikin mengutus Abu Sufyan memohon agar bencana itu segera diangkat.
Atas dasar riwayat inilah sementara ulama menyatakan bahwa ayat tersebut turun di Madinah setelah Nabi Saw berhijrah. Tetapi, kendati paceklik itu terjadi sesudah hijrah, ayat ini turun sebelumnya karena kandungannya adalah ancaman tentang bakal terjadinya siksa, dan siksa itu baru turun setelah Nabi Saw berhijrah. Dengan demikian, ayat ini merupakan salah satu ayat yang berbicara tentang peristiwa gaib masa datang dan yang telah terbukti kebenarannya.
Mari selami secara mendalam prahara batin yang berkecamuk di dada para bangsawan Quraisy, entah mau ditaruh di mana muka mereka meminta bantuan justru kepada orang yang pernah dizalimi teramat lama. Malunya lagi, dulu mereka yang menantang didatangkan musim paceklik, tapi giliran azabnya diturunkan Tuhan, mereka malah memohon belas kasihan.
Di bawah komando Abu Sufyan maka rombongan Quraisy itu pun menemui Rasulullah. Kemudian diungkapkan tujuan dari kedatangan mereka, menceritakan paceklik yang teramat berat dan memohon agar terbebas dari derita.
Imam As-Suyuthi (2014: 472) mengungkapkan:
Maka laki-laki itu mendatangi Rasulullah. Kemudian ia berkata, “Wahai Rasulullah, mintalah hujan kepada Allah kepada kabilah Mudhar karena mereka sudah binasa.” Beliau lalu meminta hujan sehingga akhirnya orang-orang mendapat rahmat hujan.
Sekiranya Rasulullah menolak memberikan bantuan, tidak akan ada yang menyalahkannya. Seandainya pun beliau membalas rasa sakit hatinya di saat kaum Quraisy tiada berdaya, maka tidak akan ada yang mengecam. Toh semua pihak tahu betapa parahnya siksaan dan kekejaman yang ditimpakan oleh kaum musyrikin terhadap Nabi Muhammad dan pengikutnya.
KOMENTAR ANDA