Selain itu, penghargaan dan pujian yang tinggi bagi orang-orang saleh yang mengambil tanggung jawab untuk melindungi pemimpin kaum muslimin. Nabi Muhammad mengingatkan kriteria saleh sebagai pengawalnya, suatu pertanda agar tidak sembarangan dalam menerima pengawalan.
Dalam konteks ini, Yusuf Al-Qaradhawi dalam bukunya Ringkasan Fikih Jihad (2011: 414) menguraikan:
Di antara kewaspadaan yang diperintahkan Islam adalah mempersiapkan penjagaan, dan para penjaga agar tidak tidur demi menjaga harga diri kaum muslimin dan menghindari segala kemungkinan yang dilakukan musuh seperti penyusupan saat kaum muslimin lengah. Mata-mata tidak tidur harus tetap ada di tengah-tengah kaum muslimin, saling bergantian berjaga-jaga tanpa menyisakan satu pun kesempatan yang bisa disusupi musuh.
Pentingnya kewaspadaan ini juga ditekankan dalam menjaga pemimpin. Karena pemimpin umat Islam sering menjadi target musuh, perlu adanya upaya untuk melindungi mereka dari ancaman pembunuhan yang mungkin dilakukan oleh musuh-musuh Islam.
Dalam Islam, kewaspadaan diperlukan dalam situasi yang genting, dan penjagaan dibutuhkan demi keselamatan diri. Oleh sebab itulah, Rasulullah menerima pengawalan yang ketat untuk dirinya.
Sebaliknya, setelah situasi aman dan Madinah sudah dalam kendali umat Islam, maka pengawalan tidak lagi dibutuhkan. Sehingga Nabi Muhammad pun meminta sahabat-sahabat setianya untuk membubarkan diri. Mereka pulang ke rumah masing-masing dengan tenang sebab menyadari keadaan yang sudah tenteram.
Pastinya sangat menarik kajian yang lebih serius memahami kematangan pribadi Aisyah, karena dirinya melalui malam-malam menegangkan di Madinah. Betapa tangguh dirinya yang masih belia tapi mampu menjalani ancaman terhadap suaminya. Dan Aisyah tetap tenang dan menunjukkan kekuatan hati serta turut mengawal keselamatan suami dengan keyakinan yang sempurna.
KOMENTAR ANDA