Muhammad Husain Haikal dalam buku Sejarah Hidup Muhammad, mengutip ceramah Rasulullah, di antaranya, “Kemudian daripada itu Saudara-saudara, hari ini nafsu setan yang meminta disembah di negeri ini sudah putus buat selama-lamanya. Tetapi, kalau kamu turutkan dia walau pun dalam hal yang kamu anggap kecil, yang berarti merendahkan segala amal perbuatanmu, niscaya akan senanglah dia. Oleh karena itu peliharalah agamamu ini baik-baik.”
Rasulullah berpidato cukup panjang. Para hadirin yang mencapai 114.000 orang bercucuran air mata mendengar. Peristiwa spektakuler ini dikenal sebagai haji Wada'. Nasihat Rasulullah untuk jamaah haji ini senantiasa hidup sepanjang zaman. Setiap haji hendaklah memutus tali hubungan dengan nafsu setan menuju fitrah Tuhan. Jika gagal melakukan itu, maka semua amalannya bisa merendahkan makna kemanusiaan.
Perjalanan haji adalah rihlah (perjalanan) manusia kembali menuju fitrah sejatinya. Mereka meninggalkan segala macam ragam pakaian duniawi; pakaian kesombongan, keangkuhan dan sebagainya. Seluruh manusia yang berhaji mengenakan pakaian seragam putih-putih atau seperti kain kafan. Itulah pakaian kesucian, kejujuran, kerendahan hati dan pengabdian.
Hendaknya, setiap berangkat haji fokuskan dulu apa yang hendak diraih di tanah suci yang layak dibawa pulang. Jika yang dituju status sosial, maka tak mengherankan bila kualitas hujjaj tak kunjung membaik. Bila targetnya sebuah perjalanan wisata, maka hanya dirinya sendiri yang segar mendapat pengalaman baru. Tatkala mabrur yang dituju, maka sepulangnya berhaji, ia tak akan peduli apakah dipanggil haji atau tidak. Dia lebih sibuk berpikir dan beramal baik.
Di musim haji tahun ini, barangkali kita akan diminta mengantar tamu Allah ke bandar udara. Saat melambaikan tangan kepada mereka yang berangkat, iringilah dengan seuntai doa, “Ya Rabbi, mohon mabrurkan jamaah haji kami!”
Andai seluruh mereka jadi haji yang mabrur, betapa dahsyatnya revolusi kebaikan yang akan menebar di persada pertiwi. Labbaika allahumma labbaik!
KOMENTAR ANDA