STEREOTIP adalah persepsi umum yang sering kali tidak akurat, tapi justru dilekatkan kepada orang atau kelompok tertentu yang dianggap memiliki kekhasan. Stereotip yang berhulu dari pemikiran dangkal dan acap kali berlebihan, tentunya sangat merugikan atau bahkan membahayakan.
Muslimah tidak pernah sepi dari stereotip, di mana orang-orang yang tidak memiliki kapasitas memadai terlanjur membangun persepsi yang keliru, yang justru diterima banyak pihak.
Beberapa stereotip yang sering dialami oleh muslimah antara lain:
Pertama, terbelenggu dan tertindas
Menjadi muslimah seringkali dipandang terbelenggu atau bahkan tertindas oleh aturan-aturan agama Islam. Stereotip ini dengan mudah muncul tatkala mereka melihat busana hijab yang menutupi aurat atau bahkan secarik jilbab saja dapat dinilai sebagai belenggu oleh pihak yang tidak tahu.
Kita bisa pro aktif memberikan penjelasan, bahwa tidak satu pun ajaran Islam yang membelenggu penganutnya, baik lelaki atau perempuan. Hanya saja bagi muslimah ada aturan khas, yang bertujuan memelihara kehormatan dirinya dan meninggikan derajatnya.
Misalnya, hijab bukanlah belenggu, melainkan demi keamanan dan kenyamanan diri. Dan yang paling utama, busana menutup aurat adalah puncak kebahagiaan muslimah yang menaati Tuhan mereka.
Kedua, terbatas dalam peran domestik
Muslimah seringkali dianggap hanya menjalankan peran sebagai ibu rumah tangga dan istri yang beredar di rumah saja. Ruang gerak muslimah hanyalah di wilayah domestik, karena yang di luar rumah merupakan haknya kaum lelaki.
Pada kenyataannya, istri-istri Nabi Muhammad tidak seorang pun yang terpenjara dalam wilayah rumah tangga belaka. Di antara mereka adalah ilmuan yang mengajar kaum lelaki, pebisnis yang handal, pengrajin yang sukses dan lain-lain.
Dalam praktiknya pun dapat dibuktikan, di berbagai profesi sudah banyak dikuasai oleh muslimah. Mereka punya kesempatan yang luas dalam berkarir atau berkontribusi di luar rumahnya.
Boleh jadi, stereotip itu muncul melihat kondisi suatu komunitas yang muslimahnya kurang ekspresif di luar rumah. Namun hal demikian itu disebabkan budaya setempat, karena pada hakikatnya Islam memberikan kebebasan pribadi dan pilihan bagi muslimah untuk menjalani hidup mereka.
Ketiga, tidak mandiri dan bergantung pada pria
Muslimah seringkali dipandang sebagai individu yang tidak mandiri atau dalam segala hal bergantung pada pria. Stereotip ini meremehkan potensi muslimah dan merendahkan kemampuan mereka dalam mencapai kesuksesan. Pada kenyataannya, Islam mengajarkan kemandirian terhadap muslimah dan tidak bergantung kepada siapapun juga.
Siti Musdah Mulia dalam bukunya Muslimah Sejati (2011: 52), menguraikan bukti kemandirian muslimah yang berlangsung sejak masa Rasulullah:
Khadijah binti Khuwailid, istri Nabi yang pertama, dikenal sebagai perempuan yang sukses dalam dunia bisnis. Al-Syifa’ tercatat sebagai perempuan yang ditunjuk Khalifah Umar sebagai manajer pasar di Madinah, sebuah pasar besar di ibukota pada waktu itu. Zainab, istri Nabi, menyamak kulit dan hasilnya disedekahkan. Zainab istri Ibnu Mas’ud dan Asma’ binti Abu Bakar keluar rumah mencari nafkah untuk keluarga.
Sekiranya ada yang menemukan muslimah yang tidak mandiri, maka itu lebih kepada masalah di dalam dirinya sendiri. Dialah yang memutuskan bergantung nasib kepada lelaki, padahal dalam ajaran Islam kemandirian itu tidak mengenal jenis kelamin.
Keempat, terkait dengan terorisme
Setiap kali ada yang phobia dengan Islam, maka yang sering jadi sasaran pertama adalah muslimah. Sebab busana hijab yang dikenakan justru membuatnya mudah dikenali bahkan lekas dijadikan sasaran kekerasan. Maraknya aksi terorisme justru membuat suram nasib muslimah, mereka yang tidak ada sangkut pautnya dengan kejahatan terorisme malah mendapat stigma yang buruk.
Ajaran Islam banyak membimbing kaum muslimah dengan polesan akhlak karimah. Mereka tidak pernah diajarkan oleh agama suci ini kekerasan dalam bentuk apapun, sehingga tidak ada sangkut pautnya antara muslimah dengan terorisme. Apabila ada oknum muslimah yang tersangkut dengan aksi terorisme, justru mereka adalah korban dari pengaruh dan tekanan pihak di luar dirinya.
Kelima, keterbelakangan dan tidak terdidik
Muslimah dianggap kalangan yang tidak terdidik, disebabkan akses terhadap pendidikan yang tidak memadai. Stereotip ini bertentangan dengan kenyataan bahwa banyak muslimah yang sukses dalam pendidikan, baik dalam lingkup akademik maupun profesional.
Patut untuk diingat bahwa stereotip ini tidak mencerminkan prinsip yang dikandung ajaran Islam. Bukankah Rasulullah pernah menghadapi aksi unjuk rasa kalangan muslimah yang menuntut pendidikan khusus buat mereka.
Muhammad Ali al-Hasyimi dalam buku Kepribadian Wanita Muslimah (2019: 78-79) menerangkan, kaum muslimah mengerti, sejak awal kedatangannya Islam sudah menjunjung tinggi nilai ilmu. Para wanita Anshar pernah meminta kepada Nabi Saw:
KOMENTAR ANDA