MENCINTAI kadung terlanjur diselaraskan dengan obsesi memiliki, dan kalau bisa kita memiliki untuk selamanya pula. Di saat itulah hati akan terasa bagaikan memikul berton-ton beban. Ujungnya akan menjadi keperihan tatkala kita dalam posisi harus merelakan kepergian orang yang dicintai.
Seperti yang dialami oleh seorang gadis, di hari menjelang ijab kabul terjadi kecelakaan yang menimpa rombongan pengantin pria. Satu-satunya yang meninggal dunia hanyalah sopir yang tak lain sahabat baik pihak pengantin pria.
Namun, kepiluan beralih kepada si calon pengantin wanita, mendadak saja pria yang dicintainya sepenuh hati membatalkan pernikahan. Alasannya, dia akan menikahi janda si sopir, sebagaimana yang dijanjikannya untuk wujud rasa tanggung jawab kepada sahabatnya. Ya, apa mau dikata?
Selain menangung malu atas ramainya para tetamu yang terlanjur hadir, si gadis mesti berduka cita atas perginya pria tercinta. Inilah bentuk kehilangan orang yang dicintai dalam episode terlalu menyakitkan.
Seberat apapun rasa sakit akibat kehilangan orang yang dicintai, maka tidaklah boleh sampai menjadikan hati kita kehilangan Tuhannya. Karena kesedihan diciptakan bukan bertujuan menjadikan manusia kehilangan keimanan.
Muhammad Taqi Mishbah Yazdi dalam bukunya Menuju Insan Ilahi Tafsir Hadis-Hadis Mikraj (2015: 51) menerangkan:
Dalam riwayat lain Nabi Musa as. bertanya kepada Allah. “Ya Allah! Siapa di antara makhluk-Mu yang paling Engkau cintai?”
Allah Swt. menjawab, “Orang yang ketika Aku ambil sesuatu yang paling dicintainya, ia pasrah kepada-Ku (perbuatan-Ku).”
Sebagian orang, ketika kehilangan orang atau sesuatu yang dicintainya, menuntut dan menyalahkan Allah. la tidak rida dengan apa yang telah terjadi, karena tidak mau berpisah dengan yang dicintainya. Orang seperti ini bukanlah orang yang dicintai oleh Allah Swt.
Kehilangan tidak akan pernah mudah untuk diterima. Namun, yang terbaik itu justru kehilangan orang yang dicintai membuat kita mendapatkan kemurnian dan keagungan cinta Ilahi. Dengan kekuatan iman inilah kita dapat kembali menata hati agar menemukan kembali kekuatannya.
Ns. Sri Nyumirah, dkk. dalam buku Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan (2022: 50) menjelaskan:
Kehilangan orang terdekat atau orang yang disayangi yaitu salah satu faktor yang menyebabkan frustasi dan tekanan yang dalam, misalnya suami-istri atau anak yang meninggal dunia menyebabkan kesedihan yang sangat mendalam dan terlihat oleh teman dan masyarakat. Kehilangan orang yang dicintai karena sakit, cerai dan kematian dapat sangat mengganggu dan menjadi kehilangan permanen dan lengkap.
Secara kejiwaan tidak dapat dipungkiri adanya gangguan sebagai dampak dari kehilangan orang tercinta. Tekanan batin yang hebat itu dapat berujung rasa frustasi. Perasaan yang berkecamuk itulah yang harus segera ditata supaya tidak menimbulkan kerusakan ke dalam diri sendiri.
Gail Wiscarz Stuart dalam buku Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart (2023: 231) mengungkapkan:
Berduka adalah reaksi universal sebagai respons terhadap kehilangan orang yang dicintai. Berduka akan meningkat pada kondisi kehilangan, perpisahan, dan kematian yang menimbulkan perasaan berduka yang mendalam karena tergantung pada pertumbuhan orang lain.
Kapasitas untuk membentuk kehangatan, hubungan yang memuaskan dengan orang lain membuat seseorang rentan terhadap kesedihan, putus asa, dan berduka ketika hubungan tersebut dihentikan.
Berduka bersifat universal sebagai reaksi alami dari pengalaman hidup dan merupakan cara penyampaiannya ditentukan oleh budaya. Berduka melibatkan stres, kepedihan, penderitaan, dan gangguan fungsi yang dapat berlangsung selama berhari-hari, berminggu-minggu, atau berbulan-bulan. Pemahaman tentang tahapan berduka dan gejalanya adalah penting karena berduka berdampak pada kesehatan fisik dan emosional.
Cepat atau lambatnya dampak kehilangan itu akan berbeda di setiap orang, meskipun masalahnya cenderung sama. Misalnya, dua perempuan yang sama-sama kematian suami, maka masa berduka cita mereka sangat mungkin durasinya berlainan, bisa cepat bisa lambat.
Menghadapi kehilangan orang yang dicintai adalah pengalaman yang sangat sulit dan penuh emosi. Setiap orang memiliki cara yang berbeda dalam menghadapinya, tetapi berikut adalah beberapa langkah yang dapat membantu:
Pertama, terimalah perasaan sedih
Izinkanlah jiwa kita merasakan dan mengungkapkan kesedihan atau kehampaan sebagai respons terhadap kehilangan. Jangan menekan luapan emosi tersebut supaya bisa berproses secara sehat.
Kedua, temukan dukungan
Jangan takut untuk mencari dukungan dari orang-orang terdekat, seperti orang tua, teman, atau mungkin seorang psikolog atau bahkan terapis. Demi meringankan beban batin, kita dapat berbagi dengan orang-orang yang bisa membantu.
Ketiga, jagalah kesehatan fisik dan emosional
KOMENTAR ANDA