d. Cara penyusuannya dilakukan baik secara langsung ke puting susu ibu (imtishash) maupun melalui perahan.
e. ASI yang dikonsumsi anak tersebut mengenyangkan.
Pemberian ASI yang menjadikan berlakunya hukum persusuan adalah masuknya ASI tersebut ke dalam perut seorang anak dalam usia antara 0 sampai 2 tahun dengan cara penyusuan langsung atau melalui perahan.
Apabila telah terjadi penyusuan memenuhi kriteria di atas, maka yang berlangsung bukan sekadar donor ASI melainkan hubungan mahram yang tidak boleh dilanggar. Artinya, ada orang-orang yang tidak boleh dinikahi disebabkan penyusuan ini.
Siapa saja yang dianggap mahram karena tali persusuan?
Muhammad Al-Baqir dalam buku Panduan Lengkap Muamalah Menurut Al-Quran, Al-Sunnah, dan Pendapat Para Ulama (2016: 27) mengungkapkan:
Secara terperinci, yang dianggap mahram karena pertalian persusuan, dan karenanya haram dinikahi olehnya, adalah sebagai berikut:
1. Perempuan yang menyusuinya (yakni, yang biasa disebut “ibu susuan” atau ada juga yang menyebutnya “ibu susu”) karena dia dianggap sama seperti ibu kandung.
2. Ibu dari perempuan yang menyusuinya, karena dia adalah sama seperti neneknya.
3. Mertua perempuan dari si ibu susuan, karena dia disamakan dengan neneknya juga.
4. Saudara perempuan dari ibu susuannya, karena dia disamakan dengan bibinya sendiri.
5. Saudara perempuan dari suami si ibu susuan (atau ipar si ibu).
6. Cucu-cucu perempuan dari si ibu susuan, karena mereka adalah sama seperti kemenakan-kemenakannya juga.
7. Saudara perempuan sepersusuan (atau “saudara susuan” atau “saudara susul”, yakni yang bersama laki-laki itu pernah disusui oleh seorang perempuan yang sama, baik dalam masa yang bersamaan, atau sebelumnya ataupun sesudahnya.
Dengan demikian, tidak cukup hanya memahami donor ASI itu dibolehkan selama aturannya dipatuhi, tetapi juga ditimbang-timbang dulu akibat hukumnya, yakni terciptanya hubungan mahram.
Dengan kata lain tidak boleh ada ikatan hubungan pernikahan disebabkan adanya hubungan sepersusuan. Nah, konsekuensi inilah yang juga direnungkan dampaknya untuk masa depan. Dan pada akhirnya pilihan yang terbaik sudah dibentangkan oleh fikih Islam, tinggal bagaimana cara kita memilihnya yang paling maslahat.
KOMENTAR ANDA