Pada tahun itu, Sultan Muhammad (Muhammad Al Fatih) dari Turki Ustmani berhasil menaklukkan Konstantinopel dan mengubah nama kota menjadi Istanbul (Kota Islam). Di bawah kekuasaan Turki Utsmani, Hagia Sophia pun berubah menjadi masjid. Sultan Muhammad memperlakukan penduduk Konstantinopel dengan baik dan tetap mempertahankan berbagai bangunan megah yang telah ada, termasuk Hagia Sophia. Meskipun Hagia Sophia berubah fungsi menjadi masjid, berbagai ornamen gereja yang ada tetap dipertahankan.
Kekuasaan dinasti Utsmaniyah berlangsung lebih dari enam abad, sebelum berganti menjadi Republik Turki. Sejak tahun 1943, sejak Republik Turki berada di bawah kepemimpinan Mustafa Kemal Ataturk, Hagia Sophia berubah menjadi museum.
Dari luar, bangunan tua ini berwarna merah pudar. Dinding dan atapnya terlihat rapi setelah direnovasi. Untuk masuk ke Museum Hagia Sophia, pengunjung harus membayar 30 lira Turki atau setara dengan Rp 150 ribu. Perhatikan juga waktu berkunjung karena museum tutup setiap hari Senin.
Saat masuk ke dalam museum, pengunjung seolah dibawa menyusuri lorong waktu melihat ragam peninggalan kerajaan-kerajaan di masa lampau. Dan decak kagum tak bisa tertahan kala memasuki ruangan utama. Dinding dan langit-langitnya tertutup marmer dan mozaik yang terbuat dari emas, perak, terakota, dan berbagai batu berwarna indah. Di dindingnya, tertempel kaligrafi ayat-ayat Qur’an berdampingan dengan berbagai lukisan yang biasa ditemui di gereja. Ketika berubah menjadi museum, cat dinding memang dikelupas sehingga banyak lukisan yang dibuat ketika Hagia Sophia masih berfungsi menjadi gereja bisa terlihat lagi.
Hebat bukan, betapa bangunan yang usianya sudah lebih dari 1500 tahun ini masih tegak berdiri hingga kini, walau berulang mengalami renovasi. Simbol-simbol dua agama besar di dalam Aya Sofya menyiratkan pesan toleransi antar-umat beragama yang tinggi. Hingga kini Hagia Sophia menjadi salah satu lokasi wisata terpopuler dengan jumlah kunjungan wisatawan mencapai lebih kurang tiga juta orang per tahun.
KOMENTAR ANDA