2. Menginisiasi ilmu fatwa sebagai disiplin ilmu tersendiri dan mandiri yang tidak terkait dengan politik dan sebagainya, dan kemudian diajarkan di perguruan tinggi agama dan lembaga-lembaga kaderisasi para calon hakim agama, imam, dan dai.
3. Mengatasi hiruk-pikuk fatwa dengan pendekatan ilmiah yang berpangkal pada otoritas keilmuan sebagaimana yang diajarkan di institusi-institusi pendidikan, sehingga fatwa-fatwa yang diterbitkan benar-benar terkendali.
4. Menjelaskan bahaya fatwa palsu yang mengajak kepada pembunuhan (orang yang tak bersalah) dan pengkafiran saudaranya yang lain yang berbeda pendapat dengan cara menghentikan model-model fatwa palsu tersebut.
5. Mengajak para mufti dan lembaga fatwa untuk lebih serius lagi memperhatikan fikih realitas (fiqh al-waqi) dan menjalin kerjasama dengar para pakar dari berbagai bidang, baik sains, teknologi, humaniora, dan sosial, sehingga fatwa yang dihasilkan lebih kredibel dan efektif dalam berkontribusi bagi pembangunan yang berkelanjutan.
6. Menyeru para ulama dan lembaga fikih agar berusaha untuk tidak menerbitkan fatwa secara tergesa-gesa dan individual, khususnya fatwa-fatwa yang terkait dengan persoalan keumatan dan nasib umat Islam untuk menjamin agar umat tidak terjatuh pada kesalahan, karena kolektivitas keumatan tidak akan bersepakat dalam kesesatan.
7. Menganjurkan kepada pemerintah di negara-negara Islam untuk lebih memperhatikan fatwa yang legal yang sah dan resmi dan merujuk kepada hukum Islam bagi persoalan umat Islam secara umum, khususnya pertikaian yang terjadi pada sebagian negara-negara Muslim yang dilanda konflik demi menghindari terjadinya porak-porandanya masyarakat Muslim dunia dengan menjalin hubungan yang tidak menzalimi dan terzalimi.
8. Mengusahakan terjalinnya hubungan yang lebih erat di antara lembaga-lembaga fatwa di dunia Islam dan juga negara-negara Arab.
9. Membentuk lembaga khusus untuk tindak lanjut dan terlaksananya poin-poin penting hasil konferensi yang menjadi rekomendasi di sini.
10. Menganjurkan diadakannya konferensi internasional berikutnya tentang fatwa dan isu-isu kontemporer ke-2 yang dapat diselenggarakan tahun depan.
Apa Itu Fatwa?
Apakah sejatinya fatwa itu? Menurut Ketua Komisi Fatwa MUI, KH Anwar Ibrahim, fatwa merupakan jawaban (keputusan hukum) atas pertanyaan seseorang yang ingin mendapatkan kejelasan hukum mengenai suatu persoalan. Biasanya hal ini terjadi karena umat di suatu daerah atau negara membutuhkan kepastian hukum Islam untuk mengetahui persoalan atau masalah yang ada di sekitarnya apakah sesuatu itu hukumnya wajib, mustahab (sunnah), makruh, haram, atau mubah?
Mereka yang memberikan fatwa disebut mufti. Para mufti ini adalah para ulama yang memiliki beberapa syarat tertentu. Lazimnya menguasai bahasa Arab, memahami sumber dan dasar hukum Islam seperti Al-Qur’an dan tafsirnya, hadis, qiyas, dan ijma’ ulama, serta menguasai metodologi istinbath hukum Islam. Untuk itulah, seorang mufti harus benar-benar ahli di bidangnya dan tidak sembarangan. Lebih-lebih yang dihadapi adalah pertanyaan-pertanyaan yang tidak ada hukumnya daalm Al-Qur’an dan hadis; pertanyaan-pertanyaan kekinian yang butuh penyelesaian hukum segera dan mendesak.
KOMENTAR ANDA