TEKAD bulat melestarikan tenun dan songket melahirkan pengabdian terhadap budaya tradisional nusantara sekaligus membuat kehidupan para perajin lebih sejahtera.
DR. Hj. Anna Mariana, SH, MH, MBA yang akrab disapa Mbak Anna ini lahir di Solo, 1 Januari 1960. Kiprahnya selama 37 tahun mengembangkan tenun dan songket telah melahirkan jutaan perajin yang menjadi binaannya selama ini di bawah naungan Yayasan Cinta Budaya Kain Tradisional Nusantara (CBKN) dan Komunitas Tekstil Tradisional Indonesia (KTTI). Para perajin binaan Anna tersebar di 34 provinsi dan masuk hingga ke kabupaten dan pelosok daerah di seluruh Indonesia.
Berbicara tentang prestasi di bidang akademik, biodatanya terbilang luar biasa. Anna Mariana menyelesaikan S1 di UGM Fakultas Hukum pada 1982, kemudian menyelesaikan jenjang S2 di UGM Fakultas Hukum Kenotariatan pada 1984. Anna mengambil lagi S2 di UGM, lulus tahun 2016 bidang Manajemen Bisnis Administrasi, Wiraswasta dan Kepemimpinan dengan gelar ganda UGM dan International Universitas Georgia, Belanda. Tahun 2018, Anna lulus pendidikan S3 di bidang Bisnis dan Hukum International Spesialis Korupsi dan Pencucian Uang, Universitas Polandia, sekaligus meraih gelar Professor dari Warsawa, Polandia, pada 16 Februari 2019.
Selain fokus pada pelestarian budaya tradisional Indonesia dan pembinaan para perajin tradisional, Anna Mariana juga tercatat sebagai komisaris perusahaan minyak dan pertambangan sekaligus managing partner biro hukum. Jika ada yang bertanya apa profesinya, maka jawabannya beragam: disainer, fashion consultant, juga pengacara.
Sosok Anna mengingatkan kita pada sosok Kartini yang berjasa bagi kaum perempuan Indonesia untuk bisa maju. Kartini juga mengingatkan kita pada sosok yang berjuang demi perempuan mendapat hak yang setara dengan laki-laki, terutama dalam pendidikan.
Bagi Anna Mariana, pelajaran yang didapat dari Kartini adalah bagaimana bersosialisasi yang baik dan berbaur dengan semua kalangan. Karena pada hakikatnya, manusia diciptakan oleh Allah sama derajatnya, tanpa ada perbedaan status sosial. Tentang pengabdiannya untuk pelestarian budaya tradisional Indonesia, simak penuturan perempuan yang murah senyum ini kepada Farah.
F: Menurut Ibu, seperti apa sosok ideal perempuan Indonesia?
AM: Perempuan Indonesia harus berani dan optimis dalam menentukan langkah hidupnya serta tegas mengambil keputusan. Perempuan Indonesia harus dapat memotivasi dan menginspirasi sesama perempuan untuk bisa mandiri. Perempuan Indonesia harus semangat meraih pendidikan setinggi-tingginya. Dan harus mampu menjalani kehidupan sesuai peran masing-masing dalam bidang ekonomi, politik, dan sosial.
F: Apakah itu berarti perempuan harus ambisius mengejar karir?
AM: Perempuan modern tetap tidak boleh melupakan kodrat dan hakikat perempuan yang penuh kelembutan di balik kekuatan, ketangguhan, dan kegigihannya mewujudkan impian. Menurut saya, Kartini modern adalah perempuan yang cerdas, layak menjadi teladan, pemberani, pekerja keras, dan penuh keikhlasan.
F: Jika Kartini dikenal sebagai pejuang pembela kaum perempuan di bidang pendidikan, Ibu dikenal sebagai Kartini pelestari tenun dan songket. Apa saja yang Ibu lakukan?
AM: Kepedulian saya berasal dari kecintaan saya terhadap budaya tenun dan songket tradisional Indonesia. Rasa cinta itulah yang kemudian melahirkan benih semangat untuk saya terus mengembangkan tenun dan songket agar makin dikenal masyarakat Indonesia sekaligus ke dunia internasional.
Tenun dan songket memiliki nilai luhur sejarah budaya dan filosofi yang tinggi. Sistem pembuatannya masih dipertahankan hingga saat ini yaitu handmade, secara tradisional. Semua produk mempunyai ciri khas, juga keindahan dan motif yang berbeda di setiap daerah di seluruh nusantara.
F: Apa yang Ibu perjuangkan melalui yayasan-yayasan yang Ibu dirikan?
AM: Saya terjun langsung membawahi para perajin Indonesia khususnya binaan yang sudah berjumlah jutaan di seluruh Indonesia. Alhamdulillah sudah berkembang pesat, dan pemerintah juga mendukung UKM-UKM yang ada. Selama 37 tahun saya berkecimpung untuk mengembangkan peningkatan taraf kinerja atau kreativitas para perajin, sehingga mereka bisa meningkat grade mereka. Otomatis, setelah kinerja mereka meningkat, taraf hidup mereka juga akan meningkat. Hingga saat ini, kami terus berjuang untuk memenuhi kriteria dan standar pasar internasional.
Hampir seluruh provinsi di Indonesia mempunyai perajin tenun songket yang handal dan mampu berinovasi. Dari zaman kerajaan hingga zaman milenial, produk tenun Indonesia tetap lestari. Semoga akan terus lahir Anna Mariana lain yang akan terus melestarikan dan mengembangkan warisan budaya Indonesia.
F: Bagaimana proses pembinaan terhadap para perajin tenun dan songket ini?
AM: Saya dan para guru lainnya menekankan para perajin untuk mengutamakan kualitas yang berstandar terbaik agar mampu memenuhi pasar dalam negeri maupun internasional. Pembinaan yang kami lakukan bersifat komprehensif, dari hulu sampai hilir. Mulai dari memberi fasilitas dan modal kerja, juga menentukan bahan baku. Termasuk juga mengajarkan tentang pemasaran produk. Kami merekrut ibu-ibu usia produktif untuk bekerja, kami juga mengajak para generasi milenial untuk ikut peduli dengan kebudayaan tanah air. Tujuannya agar produk tradisional Indonesia terus tumbuh dan berkembang yang berarti meningkatkan sektor industri ekonomi kreatif bagi para perajin.
F: Apa saja kendala yang dihadapi dalam mengedukasi para perajin tenun dan songket ini?
AM: Selama berjuang, tentu saja ada kendala-kendala yang ditemui. Salah satunya adalah dalam hal mengenalkan motif-motif baru kepada para perajin karena memerlukan waktu yang cukup lama. Kami menekankan pentingnya pengembangan disain motif dan berbagai inovasi untuk menciptakan karya dan kreasi yang senantiasa berkembang mengikuti zaman.
Pengembangan disain motif sangat penting agar karya para perajin terus diminati masyarakat luas, berkembang lebih modern, lebih baik dari waktu ke waktu, dan mampu bersaing di pasar global. Demikian pula terkait modal kerja dan pemasaran. Jika tidak bekerja keras untuk marketing, produk bisa stagnan. Bila hal itu terjadi, akan menjadi kendala besar dalam pengembangan industri tradisional tenun dan songket Indonesia.
F: Apa harapan ibu terhadap pelestarian budaya Indonesia ini?
KOMENTAR ANDA