Tapi persoalan cek tidak berhenti di situ. Bisa jadi lubang itu akhirnya ditutup dengan lubang baru. Kadang lebih dalam. Stres baru. Stres yang lebih tinggi.
Kadang cek yang dibuka tidak hanya satu. Banyak. Untuk beberapa pihak. Semua jatuh tempo.
Ada pula yang cek itu sudah berpindah tangan. Ke pihak yang punya kekuasaan. Atau punya preman. Atau mengirim debt collector. Atau mengancam pengalihan saham.
Belum lagi kalau kecampuran keruwetan saham. Juga pertengkaran di dalam manajemen.
Dan semua persoalan mirip itu menyatu di Coffe Day.
Siddharta tidak kuat lagi menahan stres itu. Ditambah persoalan baru: kantornya digerebek petugas pajak. Bebannya pun bertambah: harus membayar pajak dan dendanya.
Siddharta pilih bunuh diri.
Selesai.
Selesai?
Siddharta memang berkirim email. Beberapa hari sebelum bunuh diri. Ditujukan kepada semua direksi dan manajernya. Isinya sangat mengharukan.
"Saya sudah tidak kuat menghadapi tekanan ini," tulis Siddharta. "Terutama dari lembaga keuangan," tambahnya.
Kata 'tidak kuat lagi' itu memang mengharukan. Tapi tidak ada yang menerjemahkan sebagai pamitan bunuh diri.
Banyak yang menduga Siddharta 'hanya' akan mengundurkan diri. Sebagai CEO. Digantikan oleh orang yang ditugasi oleh pemilik dana.
Mungkin juga Siddharta akan kehilangan saham. Akibat tekanan yang bikin ia tidak kuat lagi itu. Tapi tidak ada yang menduga sampai sejauh bunuh diri.
"Semua ini kesalahan saya pribadi," tulis Siddharta dalam email itu. "Tidak ada orang lain yang salah. Tidak satu pun direksi atau manajer ikut salah. Ini tanggung jawab saya semua. Sendiri," tulisnya.
Siddharta kelihatan akan membawa seluruh kekeruhan perusahaan di punggungnya. Untuk diajak terjun bersama. Ke sungai besar yang lagi banjir. Yang airnya juga lagi sekeruh persoalan perusahaannya.
Siddharta memang pernah menerima pinjaman. Yang dikaitkan dengan perjanjian buy back. Juga dikaitkan dengan gadai saham. Dengan skema keuangan yang sangat rumit.
Nilainya sekitar Rp 2 triliun.
Uang itu datang dari KKR --perusahaan keuangan dari New York. Pemiliknya tiga orang: Kohlberg, Kravis, dan Robert --KKR. Dari keluarga Yahudi Amerika.
Adakah KKR yang lagi menekan Siddharta?
Spekulasinya ke sana --meski harus menunggu hasil penyelidikan dulu. Yang tidak akan sulit pegungkapkannya.
KKR pernah dikenal sebagai penekan. Pun sebuah perusahaan besar Amerika. Pernah kena hostile takeover. Kisah ini sangat terkenal sebagai pengambil alihan secara licik oleh KKR.
Siddharta memang sempat kalang kabut. Harus cari uang dalam jumlah triliunan. Untuk memenuhi perjanjian buy back yang jatuh tempo.
Salah satunya dari perbankan. Jumlahnya mencapai Rp 15 triliun.
"Semua itu kesalahan saya. Kesalahan seorang enterpreneur," tulisnya dalam emailnya. "Teruslah bekerja keras di bawah pemimpin baru," tambahnya.
KOMENTAR ANDA