LIMA wanita berjilbab itu duduk-duduk di trap. Posisi trapnya cukup tinggi. Menghadap Nathan Road, Kowloon, Hongkong.
Betul. Mereka dari Indonesia.
"Kok gerbang masjid ini tutup ya? Padahal saya mau salat asar," sapa saya.
"Pak Dahlan..." teriak salah satu dari mereka. Asal Sumbawa Besar. "Gak nyangka ketemu di sini," tambahnya.
Mereka ternyata punya maksud yang sama: ingin salat di masjid.
"Setiap ada demo gerbang ditutup. Baru dibuka menjelang waktu salat," ujarnya. "Setengah jam lagi buka," tambahnya.
Pusat demo Minggu petang lalu memang dekat situ. Hanya dua blok dari masjid. Tapi masa meluber sampai depan masjid. Bahkan memenuhi sepanjang Nathan Road, jalan utama di Kowloon: daratan di seberang Pulau Hongkong.
Sesekali pendemo ikut duduk di trap itu. Meneriakkan yel-yel dari situ. Dalam bahasa Kanton.
Lalu jalan lagi.
Kami pun ngobrol lagi. Bukan soal demo. Sudah terlalu biasa.
Tentu saya bertanya: sudah berapa lama kerja di Hongkong.
Yang dari Sumbawa Besar menjawab: 6 tahun.
Yang dari Magelang mengatakan: 8 tahun.
Yang dari Banyuwangi: 4 tahun.
Yang dari Jepara: 16 tahun.
"Saya tidak boleh pulang," ujar si Jepara. "Padahal sudah tidak ada pekerjaan," katanya. "Anak yang dulu saya jaga sudah besar," tambahnya.
Namanyi: Asyifa.
Dia dapat juragan keluarga kecil: hanya punya satu anak. Suami pengusaha. Istri polwan.
"Anak yang saya asuh dulu sekarang sudah hampir tamat SMP," ujar Asyifa. "Sebenarnya sudah tidak ada pekerjaan lagi," tambahnya.
"Lalu, sekarang kerja apa di rumah itu?"
"Disuruh pelihara kucing saja," katanya.
"Kucingnya berapa banyak?"
"Satu".
Kucing itu dibeli tiga tahun lalu. Ketika anak mereka masuk SMP. Seharga Rp 30 juta.
Kini kucing itu juga sudah besar. Cantiik. Dengan dua “i”. Saya tidak keberatan menshare kecantikannya.
"Ibu yang lebih suka kucing itu," ujarnya. "Kalau pulang kerja digendong dan diciumi".
Asyifa senang saja hanya mengurus satu kucing. Dia masih butuh uang. Untuk membiayai dua putrinya yang di Jepara. Yang satu sudah kuliah. Satunya masih SMA.
Dia ke Hongkong ketika dua putrinya itu masih sangat kecil. Lalu menitipkan anak-anak itu di pondok pesantren.
"Saya panik ketika anak saya diculik. Yang menculik bapak mereka. Dibawa ke rumahnya di Ponorogo," ujar Asyifa.
KOMENTAR ANDA