"Kan baik. Ayahnya bisa mengasuhnya," kata saya.
"Bukan untuk mengasuh. Anak-anak saya itu dikunci di dalam kamar. Ia minta tebusan," ujarnya.
Asyifa kawin ketika umur 16 tahun. Dikawinkan. Suaminya berumur 18 tahun. Kernet. Lalu jadi sopir bus Restu.
Lagi asyik ngobrol soal rumah tangga Asyifa seorang anak muda naik ke trap. Menyapa kami. Kelihatannya ia intel. Atau bukan.
"Kalian santai sekali di sini. Tidak takut demo? Tidak takut kena gas air mata? Atau peluru?" tanyanya, dalam bahasa Inggris yang kurang lancar.
"Kami dari Indonesia. Tidak ada urusan dengan demo ini," jawabnya. "Kami mau salat. Tunggu masjid buka," tambahnya.
Minggu lalu masjid di sebelah trap ini ikut jadi sasaran. Terkena semprotan air pengusir demo. Yang warna biru itu.
Aparat segera membersihkannya. Juga pendemo. Keesokan harinya pemimpin Hongkong, Carrie Lam, ke masjid. Minta maaf.
Pengurus masjid langsung memaafkan. "Itu kan tidak sengaja," kata pengurus.
Memang ada yang memprovokasi. Agar masjid mempersoalkan. Tapi tidak ditanggapi.
Sejak itu gerbang masjid ditutup.
Tepat jam 4.30 'intel' kami melapor: sudah bisa masuk masjid. Lewat pintu kecil di samping.
Lantai 1 masjid ini ruang serba guna. Kalau Jumat untuk tambahan ruang salat.
Lantai 2 untuk madrasah. Masjidnya sendiri di lantai 3.
Dari teras lantai 3 ini kami bisa melihat Jalan Nathan dari atas. Pendemo kian banyak. Kian seru. Polisi memblokade jalan. Dan seterusnya.
Kembali ke hotel saya naik ferry. Banyak pintu stasiun ditutup. Hotel saya di Hongkong pulau. Di Causeway Bay.
Saya hampir tidak bisa masuk kamar. Penuh dengan wanita yang lagi ngobrol dengan istri. Itulah para wanita pekerja di Hongkong.
Ada juga yang tidak boleh pulang. Padahal sudah merasa cukup punya tabungan. "Juragan saya bilang harus tetap di Hongkong sampai dia meninggal dunia," ujar Linda, asal Jetis, Ponorogo.
Suaminya dulu juga tukang menghabiskan uangnyi. Lalu cerai.
Umur sang juragan kini sudah 93 tahun. Kesibukan utamanyi main mahyong. Badannyi segar. Ingatannyi sangat baik.
"Orang di sini percaya, dengan terus main mahyong tidak bisa pikun," ujarnya.
Ada lagi yang tidak bisa pulang. Sudah 17 tahun. Setiap kali ditinggal pulang anak majikannya sakit.
Hari Minggu pagi kemarin saya relakan istri saya jalan-jalan dengan mereka. Sekitar hotel itu pusatnya, tempat berkumpulnya tenaga kerja Indonesia. Liburan penuh sehari dalam seminggu.
Hak-hak pekerja memang paling dihormati di Hongkong. Sang juragan, misalnya, harus punya penghasilan tertentu. Dan harus punya tabungan yang cukup. Untuk jaminan gaji pekerja selama masa kontrak.
Gaji mereka empat kali dari yang di Malaysia. Dua kali dari yang di Singapura.
Minggu pagi itu saya pilih ke Central. Bersama Robert Lai. Yang selalu membiayai dirinya sendiri.
Di Central-lah pusat liburan tenaga kerja asal Filipina. Jumlah mereka sekitar 150.000 orang, kalah dengan yang dari Indonesia: sekitar 200.000 orang.
KOMENTAR ANDA