Pak SBY kelihatannya tergolong yang terberat itu. Sudah hampir lima bulan pun masih seperti itu. Padahal dulu begitu tegarnya.
Sudah satu setengah jam kami berbincang. Saya melirik ke jam dinding.
"Mungkin banyak tamu bapak yang antre," kata saya. "Malam ini saya kosongkan untuk Pak Dahlan," jawab beliau.
Baru satu jam kemudian saya pamit. Kembali melewati pendopo di sebelah rumah. Yang ada halaman luas di depannya. Yang dulu sering dipakai pertemuan umum.
"Apa yang berubah di halaman ini ya?“ tanya saya pada diri sendiri. Tidak ada lagi mobil yang parkir di situ. Semua mobil parkir di luar halaman. Halaman itu kini jadi lapangan voli. Ada net yang masih terpasang rapi.
"Sore tadi ada pertandingan antar dapil," ujar petugas di situ.
Ternyata ada kompetisi voli di lingkungan partai. Antar daerah pemilihan. Karena itu lapangan voli tersebut dirawat dengan baik.
Saat saya melewatinya, lapangan itu ditutup terpal. Rapi. "Tadi kan hujan. Agar lapangan tidak becek," ujar petugas itu.
Lapangan voli itu juga bisa diubah jadi lapangan futsal. Ada net yang bisa ditarik mengelilingi halaman. Menjadi dinding. Ada rel untuk tempat 'dinding' itu bergantung.
Di sebelah lapangan voli itu ada lapangan badminton. Yang juga bisa diubah menjadi lapangan basket. Ada net badminton di situ. Juga ring basket.
Pak SBY selalu menonton pertandingan di situ. Beliau duduk di tribun kecil yang cukup untuk 8 orang.
Di belakang tribun itu ada baliho cetak. Tulisan di baliho itu berbunyi: LaVani Sports Center.
Baliho itu dipasang setelah 40 hari Ibu Ani meninggal dunia. Arti tulisan itu yang sangat spesial: Love Ani.
KOMENTAR ANDA