Saya begitu ingin tahu jawabnya. Saya siap menerima kabar buruk bahwa saya pun tertipu.
Saya juga ingin tahu: apakah dulu pun sudah dipraktekkan membeli saham-saham perusahaan yang lampu kuning?
Ataukah itu baru dilakukan belakangan, seperti yang tersiar di berita media dan di medsos?
"Setahu saya baru belakangan. Sejak tiga orang itu main-main di pasar modal," tulisnya.
Ia menyebut nama tiga orang itu. Semuanya di luar Direksi Jiwasraya. Semuanya jagoan goreng-goreng saham di pasar modal.
Saya berharap penerbangan ini tidak segera sampai. Agar lebih banyak lagi tahu soal Jiwasraya. Tapi Bali terlalu dekat. Sesaat kemudian sudah terdengar pengumuman terakhir: pesawat akan mendarat.
Tanda sinyal wifi pun hilang dari ponsel.Pesawat ini penuh sekali. Ini memang musim liburan. Manusia seperti air bah menuju Bali.
Saya hanya mampir di Bali. Untuk terus ke arah Tenggara.
Saya memuji Garuda. Yang menggunakan pesawat besar di musim liburan ke Bali.
Daripada menambah extra flight. Satu pesawat ini saja sama dengan menambah tiga extra flight.
Di musim mudik lebaran pun baiknya ditempuh cara ini: masukkan pesawat besar ke jalur Jakarta-Surabaya. Atau Jakarta-Medan. Jakarta-Makassar.
Pesawat Brompton yang saya naik ini pun baru tiba dari Amsterdam. Besoknya harus terbang ke Amsterdam lagi.
Di sela-sela waktunya itu masih bisa "mencangkul" dua kali: Denpasar-Surabaya-Denpasar. Balik lagi Denpasar-Surabaya-Denpasar.
Dulu, menggunakan pesawat besar untuk jarak pendek dianggap bunuh diri. Kini, dengan pesawat seefisien A330-900 Neo, teori itu perlu direvisi.
Kini Airbus punya dua gacoan. Untuk pesawat kelas Boeing 737, Airbus punya A320 Neo. Yang lebih efisien dari B737.
Untuk kelas Boeing 777, B787 dan B767, Airbus punya gacoan A330-900 Neo ini.
Garuda menjadi salah satu pembeli awalnya. Armada Garuda pun kian kuat, sudah bisa mengalahkan Malaysia Airlines.
Garuda memang terpuruk oleh Brompton tapi semua orang harus segera move on.
KOMENTAR ANDA