SAYA suka sekali pada cara anak muda ini menentukan harga dagangannya. Logikanya begitu baik.
Nama anak muda ini: Edward Tirtanata.
Dagangannya: kopi.
Merknya: Kopi Kenangan.
Harga pergelasnya: Rp 18.000. (ditambah pajak menjadi 20.000).
Rp 18.000?
Orang minum kopi itu kan tiap hari. Biasanya. Sehari tidak minum ada yang kepalanya pusing. Atau tidak bisa ke belakang. Ada pula yang mengaku tidak bisa mikir.
Maka kalau harga kopi semahal Rp 40.000/gelas bisa-bisa separo gaji habis untuk minum kopi. Itu kalau gajinya minimum.
Masak gaji dihabiskan untuk minum kopi.
Padahal harga kopi di warung pinggir jalan hanya Rp 3.000.
Maka Edward memilih kualitas kopinya setara yang Rp 40.000 tapi harganya hanya Rp 18.000.
Yang lebih penting lagi kualitas susunya. Unsur susu itu 60 dalam segelas kopi.
Maka susunya harus pula yang terbaik. Yang juga harus sama dengan yang dipakai di kafe asal Amerika.
"Karena itu susunya saya pajang di depan. Biar konsumen melihat sendiri susu apa yang dipakai di Kenangan," ujar Edward pada DI's Way Sabtu petang lalu.
Saya pun melihat merk susu itu: Greenfields. Sama dengan yang dipakai oleh kafe asal Amerika Serikat itu.
Dan gula merahnya harus pilihan. Harus yang dari Sukabumi.
Saya bertemu Edward di gerainya yang di sebelah rumah saya: mal Pacific Place SCBD Jakarta.
Saya tiba di situ lebih dulu. Yakni di lantai bawah --di pojok nylempit di depan supermarket Kem Chick.
Saya memesan menu unggulan di Kopi Kenangan: Kopi Mantan.
Tak lama kemudian Edward datang. Ia mengenakan kaus hitam, celana hitam. Rambutnya yang pendek tidak dirapikan. Badannya gempal.
Umurnya 31 tahun.
Begitu melewati counter Edward memesan kopi satu gelas. Membayarnya. Biar pun pemilik ia memperlakukan dirinya sebagai konsumen.
"Sekaligus kontrol kualitas. Kualitas kopinya maupun layanannya," ujar Edward.
Awalnya Edward hanya membantu orang tua di bisnis kayu. Yakni setelah ia tamat SMA Pelita Harapan Karawaci. Lalu Edward kuliah keuangan dan akuntansi di Northeastern University di Boston, Amerika Serikat.
Pernah juga bekerja sebagai karyawan di kantor akuntan internasional Ernst & Young Jakarta: enam bulan.
Ia coba juga bisnis kain dan pakaian. Tiap hari Edward ke Tanah Abang --pusat perdagangan tekstil di Jakarta.
KOMENTAR ANDA