TIDAK selalu sebuah permainan online memberi dampak negatif. Manfaat kebaikan dirasakan perempuan asal Australia bernama Zahra Fielding. Dia hijrah ke Islam setelah ikut bermain dalam sebuah permainan online.
Zahra tidak menyangka dirinya menemukan teman baru lewat permainan daring, yang kemudian mengenalkan dan membawanya hijrah memeluk agama Islam.
"Saya mengunduh game tersebut karena penasaran. Saya melihatnya di iklan Facebook, yang menurut saya kurang pada tempatnya," kata Zahra yang menganggap iklan tersebut cukup seksis seperti dikutip dari ABC Indonesia, Sabtu (30/5).
Game yang Zahra unduh adalah 'Game of Sultans', yang merupakan simulasi 'role-playing' atau memainkan peran dalam sebuah kekaisaran.
Setelah mulai memainkan, ternyata menurutnya, game tersebut tidak seksis seperti yang dijual di dalam iklan dan justru berdampak pada kehidupannya.
"Game ini hadir di momen terpenting kehidupan saya. Sebelumnya saya merasa kesepian dan tak punya arah. Saya tidak merasa bangga dengan karir, maupun kehidupan pribadi dan sudah lama melajang."
Dalam game yang melibatkan kerjasama dalam kelompok untuk mengalahkan musuh, Zahra bergabung dalam kelompok yang berisi lima pemain perempuan dari Australia dan Asia.
"Di permainan ini, saya bertemu dengan sekelompok orang dari negara berbeda yang mungkin tidak akan pernah saya temui," sambungnya.
Salah satu pemain dalam kelompok Zahra adalah Kim Assikin, seorang perempuan dari Singapura yang beragama Islam.
"Ketika kami mulai bertukar pesan, saya langsung merasa nyambung berbicara dengannya. Tidak tahu mengapa dan bagaimana, tapi kami betul-betul saling sahut-sahutan."
Kim awalnya sempat merasa tidak percaya diri ketika harus memasang fotonya di kelompok chat bernama Discord, yang terkenal di kalangan gamers, karena ia adalah satu-satunya pemain yang mengenakan hijab.
"Saya agak khawatir tentang bagaimana teman-teman saya dalam kelompok akan melihat saya, apakah mereka akan menghakimi saya karena agama saya?" kata Kim.
Namun, akhirnya Kim memutuskan untuk jujur kepada anggota kelompoknya, yang selalu sedia menolongnya bila ada masalah.
"Saya baru kehilangan Ayah saya sebelum saya main game ini. Jadi berhubungan dengan mereka sedikit memberikan kedamaian, dan membantu mengalihkan perhatian saya," cerita Kim.
"Jadi, saya tidak mau membohongi mereka. Saya yakin mereka dapat menerima saya apa adanya," tambahnya.
Semakin Zahra dekat dengan Kim, semakin ia berani membicarakan topik keagamaan. Meski sebelumnya tidak beragama atau ateis, Zahra merasa pandangan tentang Islam telah terkontaminasi oleh pengalamannya di masa lalu.
"Satu-satunya hubungan saya dengan Islam adalah beberapa tahun lalu, ketika salah satu teman baik saya mulai berpacaran dengan pria Muslim Afghanistan," kata Zahra.
"Pada waktu itu, pria itu adalah Muslim yang taat, tapi sekarang saat saya sudah tahu banyak tentang kepercayaan Islam. Sebelumnya saya pikir dia seorang penindas atau sangat mengontrol," tambahnya.
Bagi Zahra, pengalaman temannya, yang saat itu mulai memakai hijab, serta penggambaran negatif agama Islam di media membuatnya memiliki prasangka buruk soal perempuan yang memakai hijab demi agama.
"Saya pikir hijab adalah lambang penindasan. Tapi saya tidak pernah punya kesempatan bertanya tentang ini kepada siapapun. Jadi, saya bertanya kepada Kim dan ternyata saya salah besar," kata Zahra.
"Ketika seorang perempuan mengenakan hijab, tujuannya agar orang mengenal mereka karena kepribadiannya, bukan karena penampilannya," sambungnya.
"Ini sesuai dengan pandangan saya, dan sesuai dengan pola asuhan saya. Selama ini saya dihakimi berdasarkan penampilan fisik saya," tambah Zahra.
Percakapan mengenai hijab berujung kepada pembicaraan soal kepercayaan Islam secara keseluruhan. Namun, Kim sempat merasa minder karena merasa pengalamannya tidak bisa mewakili seluruh umat Muslim.
"Ketika Zahra mulai bertanya kepada saya tentang Islam, saya sesungguhnya sangat takut," kata Kim sambil tertawa.
KOMENTAR ANDA