"Daun yang jatuh tak pernah membenci angin
Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja
Tak melawan, mengikhlaskan semuanya
Bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang indah
Bahwa hidup harus mengerti, pengertian yang benar
Bahwa hidup harus memahami, pemahaman yang tulus
Tak peduli lewat apa
Penerimaan, pengertian, dan pemahaman itu datang
Tak masalah meski lewat kejadian sedih dan menyakitkan"
(Tere Liye, Novel: Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin)
Kehidupan manusia itu penuh sekali dengan harapan. Biasanya, harapan datang saat memasuki usia remaja. Misalnya, ingin kuliah di mana, menikah dengan siapa, setelah menikah ingin hidup bahagia dan tak terpisahkan. Namun ternyata, antara harapan dan kenyataan tidak selalu selaras.
Kita kemudian menjadi korban kalimat dongeng "happily ever after", hingga acapkali alpa dengan hal yang bernama takdir. Padahal, takdir Nya acapkali, kadang, atau bahkan sering menjungkirbalikkan ada-ada tersebut. Itulah mengapa kemudian kita tidak bisa menerima, menolak, bahkan marah pada ketetapan Allah Swt.
Hakikatnya, takdir jika dilihat dari sisi agama merupakan hak prerogatif Allah Swt. Sedangkan dari sisi psikologi, takdir merupakan hal yang tidak bisa dikontrol.
Namun sejatinya, ada hal-hal yang bisa kita kontrol terkait takdir-Nya, seperti mengendalikan respon maupun melakukan langkah-langkah antisipasi untuk menghadapinya.
Salah satu takdir Allah Swt. yang sangat sulit untuk diterima dengan ikhlas adalah kehilangan pasangan atau kekasih hati. Karenanya, penting menyiapkan mental dan hal-hal esensial sebelum peristiwa dan sesudahnya.
"Ada 5 tahapan kedukaan (the five stages of grief) yang diperkenalkan oleh Dr Elisabeth Kubler Ross dalam bukunya "On Death and Dying" (1969). Tahapan ini pertama kali diterapkan pada penderita penyakit kronis yang kemudian diperluas dalam bentuk lain, seperti kehilangan pekerjaan, tragedi atau bencana lainnya, maupun perceraian," kata Diana Mardiahayati, SPsi, dalam Webinar Sahabat Salimah Cimanggis: "Ketika Kekasih Pergi Mendahului", Minggu (18/4).
1. Tahapan Denial (Penolakan)
Pada tahapan ini, kita menolak bahwa kehilangan terjadi secara nyata dan mengisolasi diri. Penyangkalan biasanya merupakan pertahanan sementara yang dilakukan karena kondisi syok. Dan ini adalah tahapan paling wajar atas kehilangan tersebut.
2. Tahapan Anger (Marah)
Di sini, kita mulai sadar akan kenyataan kehilangan, kematian meningkat dan terkadang diproyeksikan ke orang lain, benda, lingkungan, atau bahkan marah kepada yang telah tiada. Mereka marah karena telah ditinggalkan.
3. Tahapan Depression (Depresi)
Sikap menarik diri, perasaan kesepian, tidak mau bicara dan putus asa. Banyak waktu dihabiskan untuk menangis dan berduka. Jika dibiarkan, proses ini akan memutuskan hubungan antara yang berduka dengan yang sudah tiada atau yang disayangi.
4. Tahapan Bargaining (Menawar)
Berunding secara halus untuk mencegah kehilangan dan perasaan bersalah. Mohon kepada Allah agar diberikan kesempatan untuk mengubah kesedihan menjadi harapan.
5. Tahapan Acceptance (Penerimaan)
Reorganisasi perasaan kehilangan, mulai menerima kehilangan, perasaan kehilangan mulai menurun. Mulai tidak menyalahkan orang lain dan mulai menata harapan ke depan.
"Tahapan-tahapan ini tidak berarti harus diselesaikan. Tidak semua yang mengalami peristiwa kehilangan ini mengalaminya secara berurutan seperti tertulis," ujar wanita kelahiran 30 Januari 1969 ini.
Untuk kembali bisa menata kehidupan, orang yang kehilangan atau berduka harus melakukan trauma healing. Rasa sedih adalah hal yang wajar atas kehilangan yang terjadi. Namun wajib segera diatasi apabila kesedihan berlangsung lama.
Ada lima langkah trauma healing yang bisa dilakukan. Pertama menerima realita, bahwa kekasih dan pendamping hidup kita telah tiada.
Kedua, mengakui ragam perasaan kita, apapun itu. Tidak ada lagi penyangkalan, marah, stres, dan lainnya. Ketiga, bangkitlah. Tanyakan pada diri sendiri, mau bagaimana. Coba beradaptasi dengan suasana baru dan fokuslah pada diri sendiri.
Selanjutkan, amalkan hal-hal baik. Isi waktu dengan kegiatan-kegiatan positif atau mulailah belajar hal-hal baru. Dan terakhir, buatlah sebuah harapan bahwa semua akan baik-baik saja nantinya.
KOMENTAR ANDA