Kalimat istirja’ merupakan pengakuan, sesungguhnya segala macam nikmat yang pernah kita miliki itu memang milik Allah/ Net
Kalimat istirja’ merupakan pengakuan, sesungguhnya segala macam nikmat yang pernah kita miliki itu memang milik Allah/ Net
KOMENTAR

INNA lillahi wa inna ilaihi raji’un, kalimat ini sering membuat bulu kuduk tergidik. Artinya, sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali.

Tapi itu baru arti lho! Maknanya; ada nyawa yang terpisah dari jasad, ada tangisan, ada kesedihan, ada kemalangan, ada kesuraman, ada kenestapaan dan lain-lainnya.

Kini, bulu kuduk kita tidak lagi sering merinding. Mungkin karena mulai terbiasa mendengar pengeras suara masjid mengumumkannya, bisa berkali-kali dalam sehari. Lambat laun pendengaran kita pun terlatih, atau jangan-jangan sanubari kita telah terbiasa pula.

Lebih dari setahun belakangan ini, inna lillahi wa inna ilaihi raji’un memang lagi naik daun, dan sudah tiba masanya kita memaknai lebih mendalam hakikat kalimat istirja’ ini.

Terlebih dulu perlu dipahami, inna lillahi wa inna ilaihi raji’un bukanlah kalimat terkhusus untuk kematian saja. Bukan ya!

Ada kisahnya juga:

Ketika mengabsen di depan kelas, pak guru mendapati ada murid perempuan yang tidak hadir. “Kemana dia?”
“Sakit Pak!"

“Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.”
“Belum mati, Pak!”
 

Nah, begitulah! Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un diucapkan ketika dilanda kemalangan, entah itu sakit, kehilangan, musibah, terlebih lagi kematian.

Sebagaimana surat Al-Baqarah ayat 155-156, yang artinya, “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, ‘inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un’ (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali).”     

Tentunya agama mengajarkan istirja’ bukan menjadi sebagai penghias bibir belaka, melainkan untuk memancarkan cahaya kebenaran dari setiap duka atau pun lara.

Bahkan, di setiap nikmat yang berkurang atau pun hilang, maka kalimat istirja’ ini pun diucapkan. Misalnya, listrik padam, kendaran rusak, ternak dicuri, nilai turun, uang hilang, maka ucapannya adalah inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.

Kalimat istirja’ merupakan pengakuan, sesungguhnya segala macam nikmat yang pernah kita miliki itu memang milik Allah. Kita ini sejatinya tidak punya apa-apa, sebagaimana dulu kita lahir ke dunia dengan teramat polos dan bermodalkan tangisan.

Nah, begitu nikmat itu berkurang atau menghilang, maka ucapkanlah istirja’, karena semuanya memang milik Allah dan akan kembali kepada pemiliknya. Inilah hakikat yang perlu diresapi.

Jangankan barang, kesehatan, pangkat, popularitas, harta dan lainnya, bahkan kita pun pastinya akan kembali kepada Allah. Dan inilah saripati dari istirja’, yaitu kesadaran kembali kepada Tuhan.

Sejauh apapun kapal berlayar, maka akan kembali ke pelabuhan. Setinggi apapun burung terbang, akan kembali ke sarangnya. Selama apapun pengelana berpetualang, dirinya akan mencari jalan untuk pulang. Dan pulang yang sebenarnya adalah kembali kepada Tuhan.

Oh ya, ada yang menarik dari kalimat istirja’ ini. Dimana terdapat kesadaran diri untuk kuat menghadapi musibah, sebab yang mengalami kepahitan itu bukanlah kita seorang diri, melainkan banyak manusia telah merasakannya.

M. Quraish Shihab dan Najwa Shihab dalam buku Shihab & Shihab Edisi Ramadhan menerangkan, ada hal menarik. Ini dia katakan inna -sesungguhnya kami. Jadi, apa yang saya alami ini, saya bukan orang pertama dan saya bukan orang terakhir, kami.

Mengapa dikatakan, “Sesungguhnya kami?”

Karena, musibah, semakin banyak yang mengalaminya, semakin ringan dipikul. Berbeda dengan kegembiraan. Kegembiraan, semakin banyak yang menikmatinya, semakin besar kegembiraan itu. Nah, karena itu, Allah mengajarkan ucapkanlah “innalilahi”. Sekarang saya, besok orang lain, sebelum saya juga orang lain dan semua ini pada akhirnya akan kembali kepada Allah.

Lalu apa manfaatnya istirja’ ini? Secara jelas diterangkan pada surat Al-Baqarah ayat 157, yang artinya, “Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Dengan mengamalkan istirja’ maka kita akan mendapatkan dua keuntungan:

Pertama, mendapatkan ampunan berikut juga rahmat Allah.

Ini paket yang amat menarik, sekali dayung dua kebajikan langsung diraup, selain ampunan dapat pula rahmat-Nya. Ini tentu tidak boleh disia-siakan.




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur