Semoga dengan semangat tahun baru Hijriah ini kita dapat bergandengan tangan melalui cobaan pandemi, lalu bersama-sama pula meraih kejayaan yang terberkati/ Net
Semoga dengan semangat tahun baru Hijriah ini kita dapat bergandengan tangan melalui cobaan pandemi, lalu bersama-sama pula meraih kejayaan yang terberkati/ Net
KOMENTAR

HIJRIAH ini bukanlah perayaan tahun baru biasa. Karena yang menjadi garis startnya adalah peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad beserta kaum muslimin, meninggalkan beratnya cobaan hidup di Mekkah, demi meraih kejayaan di Madinah.

Inilah kalender yang lain dari yang lain, karena tidak berlandaskan kelahiran raja, dan tidak pula dicampur mistis yang menyalahi logika, melainkan berdasarkan suatu semangat. Ya, semangat untuk meraih kegemilangan!     

Pada tahun baru Hijriah ini, kita tidak merayakannya dengan kembang api, tetapi dengannya kita memperoleh semangat nan berapi-api. Memang tiada pesta, akan tetapi terpancar energi hidup nan bergelora.

Dengan ciamik kaum muslimin menyepakati untuk berbeda dari yang lain, tatkala kalender Islam dimulai dari suatu momentum perubahan besar. Karena hijrah adalah cerita heroik membalikkan keadaan buruk menjadi lebih baik, dari terpuruk jadi berjaya.

Demi meraih kegemilangan hidup atau bangkit dari kondisi terpuruk, dari itulah setiap muslim perlu sekali mencerna dan menyerap spirit utama dari tahun baru Hijriah ini, di antaranya adalah:

Pertama, luruskan niat hanya demi Allah dan Rasulullah

Imam An-Nawawi dalam kitab Syarah Hadits Arba'in An-Nawawi menerangkan, Nabi Muhammad mengumandangkan hakikat hijrah melalui sabdanya, “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.”

Hakikat hijrah bukan sekadar perpindahan fisik dari suatu tempat ke tempat lainnya, melainkan hijrahnya hati dari tujuan yang sesat dan sesaat menjadi niat yang benar karena Allah dan Rasulullah.   

Mengapa demikian teguhnya kaum muhajirin melalui rintangan yang bertabur cobaan dalam berhijrah, karena ada niat yang teramat kokoh, demi keridaan Allah dan Rasulullah. Kekuatan macam inilah yang perlu diperkokoh kembali oleh kaum muslimin yang menginginkan hijrah nan hakiki.

Apabila niat kita telah benar demi menaati Allah dan Rasulullah, maka hal-hal yang berupa keuntungan duniawi akan mengikuti dengan sendirinya. Ketika kita berharap dapat hijrah menuju hayatan thayyibah (kehidupan yang baik), maka paling penting terlebih dulu pasang niat yang kokoh.

Kedua, cinta di atas cinta

Buah manis dari hijrah itu adalah terciptanya cinta di atas cinta, yaitu cinta nan tinggi dipayungi rida Ilahi, di antara Muhajirin dan Ansar.

Inilah cinta yang dipuji Allah hingga termaktub dalam surat Al-Hasyr ayat 9, yang artinya, “Dan orang-orang (Ansar) yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka.”

Pertama kalinya dalam sejarah Arabia bahkan dunia, ikatan cinta itu bukan disebabkan hubungan darah atau kesukuan, melainkan cinta yang terikat erat dalam tali keimanan.

Jadilah ini ikatan yang teramat aneh tapi nyata, langka tetapi dahsyat. Namun demikianlah hebatnya efek dari hijrah yang bermodal iman.

Hijrahnya kita mengantarkan pada keindahan yang menakjubkan, di mana muncul rasa cinta yang tak terlara. Cinta yang tegak di atas keimanan, yang membuat kita bagaikan satu tubuh dengan muslim lainnya; susah senang bersama.

Maka kebenaran hijrah yang kita lakukan itu akan terbukti dengan lahirnya cinta, bukannya kebencian. Karena hijrah adalah jalan cinta.

Ketiga, membantu ketika kita dalam kesulitan

Biasanya orang akan mengulurkan bantuan tatkala dirinya berkelebihan atau berkelapangan. Lain halnya dengan kaum Ansar sebagai pribumi Madinah, yang menunjukkan kekuatan iman dengan memberikan bantuan luar biasa untuk saudaranya Muhajirin. Sekalipun kaum Ansar itu dalam kesulitan, maka bantuan itu tetap saja diberikan dengan maksimal.

Membantu justru di masa sulit? Alangkah dahsyatnya iman mereka!

Sehingga  tidaklah mengherankan apabila Allah memuji dalam sambungan surat Al-Hasyr ayat 9, yang artinya, “Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

Solidaritas macam ini sungguh tak terduga, tak ternalar bagi masyarakat jahiliyah, akan tetapi diamalkan dengan luar biasa oleh kaum muslimin.  

Nah, sekarang sampailah kita di masa yang tak terbantahkan kesulitannya. Di mana-mana banyak orang yang dilanda kelaparan. Pandemi membuat orang-orang kesulitan bahan makanan sekadar menunda keperihan di perut.

Dan kondisi kita pun tak kalah sulitnya menghadapi goncangan ekonomi kali ini, teramat sulit malah. Apakah itu menghalangi kita dari berbagi kebaikan?




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur