NAMA Dr. Seto Mulyadi, S.Psi., M.Si. alias Kak Seto dikenal sebagai pendidik sekaligus pemerhati anak yang fokus pada pendidikan dan kesejahteraan anak Indonesia. Sejalan dengan pengabdiannya, Kak Seto selama lima tahun terakhir ini menjabat Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI).
Tak banyak yang tahu bahwa laki-laki kelahiran Klaten, 28 Agustus 1951 ini dulu nekat kabur dari kota kelahirannya ke Jakarta, malu karena gagal mengikuti jejak kembarannya, Kresno, masuk Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Di Jakarta, ia tak punya siapa-siapa. Kak Seto mengaku sempat hidup menggelandang selama tujuh bulan. Tidur di emperan pasar atau di tempat pembuangan sampah, tak jadi masalah buatnya. Ia kemudian bekerja apa saja, menjadi pemulung, kuli pasar, atau tukang batu. Apa pun ia lakukan untuk menyambung hidup.
Namun Jakarta pula yang kemudian mempertemukannya dengan dunia anak-anak.
Berawal ketika Kak Seto menjadi office boy di kantor sosial milik Bu Nas (alm), istri Jend. A. H. Nasution, yang banyak didatangi para ibu pejabat negara. Dari situ ia mendapat tawaran bekerja sebagai asisten rumah tangga sekaligus pengasuh anak. Beberapa bulan pertama, karena tak ada kamar kosong di rumah itu, Kak Seto terpaksa tidur di tempat bekas kandang ayam.
Tidak tahan, ia pun pamit untuk berhenti. Namun karena dirasa sudah cocok dengan anak-anak di rumah itu, sang ibu memintanya untuk tetap bekerja. Kak Seto kemudian tidur di kamar salah satu anak yang saat itu duduk di kelas 5 SD.
"Saya selama tujuh tahun sebagai asisten rumah tangga di situ, tapi kemudian bisa sambil kuliah (Fakultas Psikologi). Setelah lulus, barulah saya pamit untuk bekerja," kenang Kak Seto menceritakan pengalaman hidupnya kepada Vincent dan Desta di kanal YouTube VINDES.
Saat itulah Kak Seto sempat bekerja sebagai asisten Pak Kasur. "Dik, kalau saya mati, tolong adik yang teruskan perjuangan saya mendidik dan melindungi anak Indonesia," ujar Kak Seto menirukan perkaatan Pak Kasur.
Kata-kata itulah yang menjadi pegangan Kak Seto hingga hari ini. Tak terasa, sudah 51 tahun ia berkecimpung di dunia anak-anak. Ia bertekad mengabdi sampai kelak ia wafat, seperti yang dilakukan Pak Kasur.
Setiap Anak Hakikatnya Cerdas
Bicara anak-anak, menurut Kak Seto ada satu garis merah yang memperlihatkan kesamaan anak-anak lintas zaman, yaitu pada dasarnya setiap anak kreatif dan kaya ide. Jika itu dihargai, anak akan berkembang lebih baik. Pun setiap anak itu cerdas meskipun dalam bidang yang berbeda-beda.
"Orang hebat di Indonesia itu bisa Rudy Habibie (ilmuwan/ negarawan), Rudy Hartono (atlet bulutangkis), Rudy Salam (aktor), Rudy Choirudin (juru masak), atau Rudy Hadisuwarno (ahli kecantikan rambut)," ujar Kak Seto.
Kak Seto mencontohkan pengalaman pribadinya yang sejak kecil ditanamkan untuk menjadi dokter atau insinyur namun justru menjadi seorang psikolog. Menurutnya, mau anak jadi apa pun, yang penting sesuai minat, potensi kecerdasan, dan anak menikmati itu semua.
"Saya selalu menghimbau dan memohon kepada para orangtua, termasuk orangtua muda, jangan mimpi punya anak penurut, kita akan frustasi. Mimpilah punya anak yang mandiri dan bisa bekerja sama. Karena dalam keluarga sejatinya adalah kerja sama antara ayah, bunda, dan anak-anak," tegas Kak Seto yang masih bugar dan berstamina di usia 70 tahun.
Kak Seto juga mengingatkan pentingnya meluangkan waktu untuk membangun komunikasi efektif termasuk mengadakan pertemuan keluarga untuk berbicara dari hati ke hati. Dengan demikian anak diharapkan bisa melakukan kebaikan bukan karena takut atau karena iming-iming hadiah, melainkan timbulnya rasa sadar bahwa apa yang ia lakukan adalah untuk kebaikannya sendiri.
Orangtua mesti pandai menjalankan fungsinya. Berikan anak kebebasan tapi jangan ragu untuk mengoreksi bila anak salah.
Termasuk terkait masalah kecanduan gawai, Kak Seto mengingatkan bahwa orangtua sering lupa bahwa hal itu dicontohkan oleh mereka. "Anak adalah peniru terbaik," ujar Kak Seto.
Karena itulah menurut Kak Seto, orangtua mesti menjadi sahabat anak seperti program SASANA—Saya Sahabat Anak yang digagasnya. Orangtua harus bisa menciptakan kegiatan di rumah yang ramah anak, tanpa gawai.
Kak Seto juga mengusulkan adanya SPARTA (Seksi Perlindungan Anak tingkat Rukun Tetangga) dan tingkat yang lebih tinggi. SPARTA memberdayakan masyarakat, tidak hanya menerima pengaduan tapi juga aktif memberi penyuluhan dan sosialisasi terkait kepentingan dan kesejahteraan anak.
Belajar Bukan demi Menyelesaikan Kurikulum
Kehidupan anak saat ini juga terganggu akibat pandemi. Data menyebutkan 13% anak Indonesia (dari total 80an juta anak) mengalami depresi selama belajar secara daring. Setelah menjalani PJJ selama 1,5 tahun, barulah kini anak-anak mulai melaksanakan PTMT (Pembelajaran Tatap Muka Terbatas).
Kak Seto mengingatkan bahwa Menteri Pendidikan sebenarnya sudah membuat surat edaran no. 4 tahun 2020 yang salah satu poinnya adalah imbauan kepada para pengajar bahwa belajar daring bukan tentang penuntasan kurikulum untuk kenaikan kelas atau kelulusan.
KOMENTAR ANDA