Peta Ukraina dan Rusia/ Sumber: Newsweek
Peta Ukraina dan Rusia/ Sumber: Newsweek
KOMENTAR

BERITA dari medan perang, kebisingan diplomatik, emosi yang berduka dan terlantar, semua seolah mengacaukan akal sehat kita. Namun begitulah. Di tengah kabut perang, sulit untuk melihat jalan ke depan.

Namun jika mundur sejenak dan mau mempertimbangkan secara komprehensif konflik di Ukraina, mungkin para politikus dan ahli militer dapat mengkaji berbagai skenario untuk mengakhiri perang di Ukraina.

Tak banyak dari kita yang percaya diri untuk memprediksi masa depan. Tapi setidaknya, ada lima skenario yang bisa mengakhiri perang, seperti diberitakan BBC (3/3/2022). Ada yang tampak menjanjikan, namun sebagian besar suram.

Lima skenario berikut ini tidak serta-merta berdiri sendiri. Bisa saja digabungkan untuk menghasilkan kondisi berbeda. Konflik yang terlanjur merebak ini bagaimanapun juga telah mengubah dunia.

Hubungan Rusia dengan dunia luar akan berbeda. Sikap Eropa terkait keamanan akan diubah. Dan tatanan berbasis aturan internasional yang liberal mungkin baru menemukan kembali tujuan awalnya.

Apa saja skenario perang yang mungkin terjadi?

Perang Singkat

Skenario pertama ini mengindikasikan eskalasi operasi militer Rusia dengan serangan artileri dan roket ke seluruh Ukraina. Namun tak hanya serangan udara yang menghancurkan, tapi juga serangan siber yang menargetkan infrastruktur utama nasional.

Akibatnya, pasokan energi dan jaringan komunikasi terputus. Meskipun maju tanpa gentar, Kyiv akan jatuh dalam hitungan hari. Ribuan warga sipil tewas. Pemerintah akan diganti oleh boneka pro-Moskow. Presiden Zelensky dibunuh atau melarikan diri ke Ukraina barat atau bahkan ke luar negeri untuk mendirikan pemerintahan di pengasingan.

Presiden Putin menyatakan kemenangan dan menarik beberapa pasukan, namun tetap menyisakan tentara untuk mempertahankan kendali. Ribuan pengungsi terus melarikan diri ke barat. Ukraina bergabung dengan Belarusia sebagai negara klien Moskow.

Skenario pertama ini bisa terjadi jika kuantitas dan kinerja pasukan Rusia terus meningkat.

Dan meskipun perubahan bisa terjadi, pemerintah pro-Rusia menjadi tidak sah dan rentan pemberontakan. Stabilitas sulit terwujud dan potensi konflik akan selalu ada.

Solusi Diplomatik

Mungkinkah masih ada solusi diplomatik yang bisa diupayakan?

Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyatakan ruang diskusi harus tetap terbuka sekalipun serangan demi serangan terus berlangsung.

Presiden Macron dari Prancis telah berbicara dengan Presiden Putin melalui telepon. Para diplomat membangun komunikasi dengan Moskow. Dan yang mengejutkan, para pejabat Rusia dan Ukraina telah bertemu untuk pembicaraan di perbatasan dengan Belarus. Jika menyetujui pembicaraan tersebut, Putin setidaknya telah menerima kemungkinan gencatan senjata yang dirundingkan.

Pertanyaan kuncinya adalah apakah Barat dapat menawarkan apa yang disebut sebagai "jalan keluar", istilah Amerika untuk jalan keluar dari jalan raya utama. Para diplomat mengatakan penting bagi pemimpin Rusia untuk mengetahui apa yang diperlukan agar sanksi Barat dicabut.

Rusia bisa hancur. Dan meskipun nanti China mungkin mengintervensi dan menekan Moskow, Putin akan mencari jalan keluar. Pun pemerintah Ukraina menyimpulkan bahwa kompromi politik lebih baik daripada kehilangan nyawa rakyatnya. Saling menerima. Meski tampak tak mungkin, skenario ini bisa saja mencuat seiring bertambahnya korban perang.

Perang Panjang

Skenario yang lebih mungkin adalah berkembang menjadi perang yang berlarut-larut. Mungkin pasukan Rusia terjebak, terhambat oleh moral yang rendah, logistik yang buruk, dan kepemimpinan yang tidak kompeten. Mungkin butuh waktu lebih lama bagi pasukan Rusia untuk mengamankan kota-kota seperti Kyiv yang para pembelanya bertempur dari jalan ke jalan. Akan terjadi pengepungan panjang.

Sekalipun pasukan Rusia berhasil merangsek ke berbagai kota, militer Ukraina akan berjuang sekuat tenaga mempertahankan diri. Rusia mungkin tak punya cukup pasukan untuk membungkam setiap wilayah di negara yang begitu luas itu. Pasukan bertahan Ukraina berubah menjadi pemberontak bermotivasi baik yang didukung penduduk lokal. Barat terus memasok senjata dan amunisi.

Kemudian, mungkin setelah bertahun-tahun, dengan kemungkinan kepemimpinan baru di Moskow, pasukan Rusia akhirnya meninggalkan Ukraina, tertunduk dan berlumuran darah, tak berbeda dari pendahulu mereka yang meninggalkan Afghanistan pada tahun 1989 setelah satu dekade memerangi pemberontak Islam.

Putin Digulingkan

Saat melancarkan invasi, Vladimir Putin menyatakan bahwa mereka siap untuk hasil apa pun.




Gunung Lewotobi Kembali Meletus Disertai Gemuruh, Warga Diimbau Tetap Tenang dan Waspada

Sebelumnya

Timnas Indonesia Raih Kemenangan 2-0 atas Arab Saudi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News