Pemenang tidak peduli berapa kali pun harus jatuh, karena visinya fokus tertuju meraih kejayaan. Sedangkan pecundang membiarkan dirinya terkapar lalu dilindas oleh roda nasib/ Net
Pemenang tidak peduli berapa kali pun harus jatuh, karena visinya fokus tertuju meraih kejayaan. Sedangkan pecundang membiarkan dirinya terkapar lalu dilindas oleh roda nasib/ Net
KOMENTAR

SULIT menemukan orang yang tidak ingin kaya, kalau perlu dalam sekejap mata. Namun, akan lebih sulit mencari orang yang siap celaka gara-gara mengejar kekayaan. Kalau pun ada tentunya tergolong kejadian langka.

Dan kini terhampar beragam berita crazy rich yang pamer kekayaan; rumah megah, mobil mewah, perhiasan gemerlapan. Meski banyak pihak meragukan fakta kebenarannya, tetapi aksi pamer ini seperti menjadi tren baru, yang juga menimbulkan cemburu atau malah menganggu.

Kemudian datanglah kabar nestapa, ada di antara crazy rich itu malah ditangkap aparat lalu terancam bakal mendekam di balik jeruji besi. Ternyata dirinya terlibat aksi penipuan berkedok investasi, dan telah banyak berjatuhan korban dengan kerugian besar-besaran.

Ambisi kekayaan telah menjungkalkan dirinya ke lembah derita. Crazy rich itu sudah mati gaya, dia jatuh ke jurang keterpurukan. Apakah ini menjadi akhir bagi dirinya?

Tidak perlu kita repot-repot mencampuri proses hukum yang tengah dihadapi crazy rich tersebut, sudah ada pihak berwenang yang menanganinya. Namun, ada suatu hal yang amat berharga kita kaji, yang akan berdampak bagi banyak orang, yaitu tentang bangkit dari kejatuhan.

Kalau sudah perkara jatuh, rasanya tidak seorang manusia pun yang dapat menghindarinya. Setiap insan pernah merasakan perihnya masa-masa kejatuhan. Akan tetapi tidak setiap orang mampu atau kuat untuk bangkit kembali. Jangankan kembali meraih kejayaan yang lebih gemilang, sekadar untuk bangkit saja tidak setiap insan yang berupaya.

Karena bangkit itu memang tidak mudah, benar-benar tidak gampang. Sebab untuk bangkit kita perlu mengikhlaskan berbagai jenis rasa sakit akibat terjatuh dahulunya; sakit akibat dikhianati, sakit karena ditipu teman, sakit gara-gara ditikam dari belakang dan termasuk juga sakit akibat kecerobohan sendiri (stupid mistakes).

Di situlah bedanya antara pemenang dengan pecundang. Pemenang tidak peduli berapa kali pun harus jatuh, karena visinya fokus tertuju meraih kejayaan. Sedangkan pecundang membiarkan dirinya terkapar lalu dilindas oleh roda nasib.

Betapa tidak mudah meyakinkan orang-orang bahwa Nabi Muhammad adalah sosok yang kaya raya. Beliau lebih banyak melalui hayatnya dalam kondisi tajir.

Di antara bukti kaya rayanya beliau sedari mudanya, ketika menikahi Khadijah, Nabi Muhammad menyerahkan mahar yang mencengangkan.

Ibrahim Muhammad Hasan Al-Jamal pada buku Khadijah: Perempuan Teladan Sepanjang Masa (2020: 125) menyebutkan, Nabi Muhammad saw. kemudian menikahi Khadijah dan memberinya mahar berupa 20 ekor unta betina muda. Riwayat lain menyatakan maharnya adalah emas seberat 12,5 uqiyah.

Dari mahar itu saja kita dapat menaksir betapa kayanya Nabi Muhammad. Hitung-hitungan masa kini sih, mahar beliau itu berkisar Rp 500 juta, dan ketika itu usia beliau masih muda, baru 25 tahun.

Sayangnya, ada saja pihak yang kurang cermat membedakan antara miskin dengan sederhana.

Padahal bedanya jauh lho! Celakanya, ada pula yang menafsirkan kesederhanaan Rasulullah sebagai motivasi hidup miskin melarat.

Tidak, tentunya tidaklah demikian!

Nabi Muhammad bukan sosok yang miskin, melainkan kekayaan tidak menjerat lehernya, sehingga beliau tetap setia dalam gaya hidup kesederhanaan. Alih-alih menjadikan ajang pamer, Rasul menyucikan hatinya agar tidak tertawan kemilau harta.

Istri-istri beliau pernah protes lho, menuntut kenaikan belanja nafkah. Ya, dengan posisi Nabi Muhammad, boleh dong istri-istrinya hidup megah. Nyatanya Rasul mengokohkan konsep kesederhanaan dalam rumah tangganya.

Akhirnya, doa tulus kita panjatkan agar setiap orang yang jatuh itu kembali bangkit dan menemukan kejayaan yang melebihi ekspektasinya, supaya terlunasi pula segala sakit yang pernah menyayat hati saat masa-masa terpuruk dahulu.

Selain doa kita juga menitipkan pesan supaya orang-orang yang berhasil bangkit itu tidak lupa diri, tidak pamer kekayaan, tidak terjerumus melakukan hal-hal berbahaya atau menyalahi aturan, dan syukur-syukur dapat pula memperbaiki salah langkah terdahulu.

Sebagai penutup, ada sebuah kisah menarik tentang Nabi Muhammad.

Setelah hijrah ke Madinah, sesudah lulus melalui masa penuh kesulitan, beliau pun kembali meraih kejayaan, termasuk dalam urusan kekayaan. Beliau memang kaya raya, tetapi tidak sampai menjadi gila oleh kekayaan itu.

Hingga di suatu hari penduduk Madinah gempar melihat tumpukan emas atau perhiasan berada di masjid. Nabi Muhammad datang hendak menjadi imam shalat, tetapi beliau hanya menoleh sebentar kepada tumpukan harta yang memang miliknya.

Bayangkan, hanya menoleh sebentar melihat harta demikian luar biasa, lalu beliau memutuskan shalat.

Selepas shalat beliau barulah mendekati harta yang menumpuk itu. Nabi Muhammad membagi-bagikannya kepada orang-orang yang membutuhkan hingga harta itu ludes semuanya. Barulah kemudian beliau pulang dengan langkah yang ringan.




Menyongsong Resesi 2025 dengan Ketenangan Batin

Sebelumnya

Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur