Ada yang ditahan karena putranya memiliki "kecenderungan agama yang kuat" karena dia tidak minum alkohol atau merokok. Akibatnya, dia dipenjara selama 10 tahun atas tuduhan terorisme.
Klaim "Mengurangi Ekstremisme"
Selama beberapa dekade, Xinjiang telah dilanda siklus separatisme yang membara, kekerasan sporadis, dan pengetatan kontrol pemerintah.
Namun pada tahun 2013 dan 2014, dua serangan mematikan yang menargetkan pejalan kaki dan penumpang di Beijing dan kota Kunming di China selatan mendorong perubahan kebijakan yang dramatis.
Pemerintah menuduh separatis Uyghur dan Islam radikal bertanggung jawab atas dua serangan tersebut. Negara mulai melihat budaya Uyghur sebagai masalah.
Beberapa tahun kemudian, ratusan kamp pendidikan ulang raksasa mulai muncul di foto-foto satelit, di mana orang-orang Uyghur dikirim tanpa pengadilan.
Sistem penjara formal Xinjiang juga telah diperluas secara besar-besaran sebagai metode lain untuk mengendalikan identitas Uyghur—terutama dalam menghadapi kritik internasional yang meningkat atas kurangnya proses hukum di kamp-kamp tersebut.
Dalam satu set berisi 452 spreadsheet, terungkap lengkap dengan nama, alamat, dan nomor ID lebih dari seperempat juta orang Uyghur, menunjukkan siapa di antara mereka yang telah ditahan, di jenis fasilitas mana, dan mengapa.
Laporan tersebut juga mendokumentasikan pengintaian merugikan yang dilakukan pejabat China ke dalam masyarakat Uyghur dengan didukung dengan alat pengawasan data yang 'berlimpah' untuk menahan penduduk secara sewenang-wenang.
Ada banyak contoh orang yang dihukum secara retrospektif karena "kejahatan" yang terjadi bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun yang lalu. Misalnya, satu orang dipenjara selama 10 tahun pada tahun 2017 karena "mempelajari kitab suci Islam dengan neneknya" selama beberapa hari di tahun 2010.
Ada pula ratusan orang terbukti menjadi target dari penggunaan ponsel mereka karena mendengarkan "ceramah ilegal" atau menginstal aplikasi terenkripsi.
Sementara yang lain dihukum hingga satu dekade penjara karena tidak cukup menggunakan perangkat mereka, dengan lebih dari seratus contoh "ponsel kehabisan pulsa" terdaftar sebagai tanda bahwa pengguna mencoba menghindari pengawasan digital yang konstan.
Isi file menunjukkan bagaimana kehidupan disaring untuk mencari dalih sekecil apa pun, yang diubah menjadi tuduhan yang paling luas. Mulai dari memulai pertengkaran, mengganggu tatanan sosial, hingga tindakan terorisme serius yang mengakibatkan hukuman tujuh tahun, 10 tahun, 25 tahun, dan lainnya.
Data menunjukkan penahanan seseorang bukan karena apa yang telah dia lakukan, tetapi karena siapa dia.
Tursun Kadir misalnya, ia membaca beberapa khotbah dan pembelajaran kitab suci Islam sejak 1980-an dan kemudian, dalam beberapa tahun terakhir, ia dikenai pelanggaran "menumbuhkan jenggot di bawah pengaruh ekstremisme agama". Untuk itu, laki-laki 58 tahun itu dipenjara selama 16 tahun 11 bulan.
Bahkan bagi mereka yang tidak berada di kamp atau penjara, pengawasan diberlakukan secara ketat.
Banyak foto menunjukkan orang-orang Uyghur yang masih tinggal di rumah dipanggil dalam jumlah besar untuk difoto, dengan cap waktu gambar terkait yang menunjukkan seluruh komunitas—dari yang sangat tua hingga keluarga dengan anak kecil. Mereka dipanggil ke kantor polisi setiap saat, tak terkecuali tengah malam.
Kemungkinan tujuan dari foto-foto tersebut adalah menjadi basis data pengenalan wajah yang sedang dibangun China pada saat itu, seperti dilaporkan BBC.
Reaksi Xi Jinping
Presiden China Xi Jinping mengadakan panggilan video dengan Michelle Bachelet pada Rabu (25/5/2022), ketika Komisaris Hak Asasi Manusia PBB itu mengunjungi Xinjiang.
Michelle diperkirakan akan mengunjungi kota Urumqi dan Kashgar sebagai bagian dari tur enam hari. Para pejabat Barat, diplomat, dan kelompok hak asasi khawatir bahwa Partai Komunis akan mencoba menggunakannya untuk menutupi pelanggaran.
China dengan keras membantah tuduhan itu, menyebutnya sebagai "kebohongan abad ini".
Amerika Serikat telah menegaskan kembali pandangannya bahwa kunjungan tersebut adalah sebuah kesalahan setelah ribuan dokumen dan foto yang bocor.
Xi Jinping membela kemajuan hak asasi manusia negaranya, namun Xinjiang tidak secara khusus disebut oleh kedua belah pihak, seperti dilaporkan CCTV.
"Masalah hak asasi manusia tidak boleh dipolitisasi, diinstrumentasi, atau diperlakukan dengan standar ganda," kata Xi Jinping, sekaligus menambahkan bahwa China memiliki "jalur pengembangan hak asasi manusia yang sesuai dengan kondisi nasionalnya".
KOMENTAR ANDA