Rektor Universitas Binawan/ Dok. Humas Binawan
Rektor Universitas Binawan/ Dok. Humas Binawan
KOMENTAR

Dari Ibu Aida, saya belajar tentang emansipasi, bahwa perempuan jangan dilihat sebelah mata, lihat kompetensinya, jangan dilihat dari kelemahannya, jangan dilihat dari 'nanti akan balik ke rumah' karena itu memang kodratnya.

Tidak berarti kami memperjuangkan perempuan—asal perempuan, tapi perempuan yang memiliki kompetensi, bukan dilihat dari kecantikan atau fisiknya semata, tapi perempuan yang mampu memberi kontribusi.

Salah satu contoh adalah Wakil Rektor IV IPB Erika Budiarti Laconi, ia menjadi inspirasi bagaimana perempuan bisa memenuhi kodratnya di rumah sekaligus berkontribusi luar rumah dalam pekerjaan di luar rumah.

Menurut Ibu, apa tiga kunci untuk menjadi perempuan inspiratif?

Pertama, jadilah terang bukan di tempat terang. Jika orang sudah banyak melakukan suatu hal, kita tak perlu melakukannya. Artinya, kita harus punya inisiatif jika tidak ada orang yang melakukannya.

Kedua, persisten alias kegigihan. Kesibukan saya sangat banyak. Di IPB, selain mengajar 12 SKS, saya menjadi Kepala Program Studi Teknik Industri Pertanian, Pascasarjana, juga Senat Akademik.

Di DIKTI, saya masih menjadi reviewer, assessor akreditasi, dan Lembaga Internasional Akreditasi untuk Pendidikan Teknik. Dan tentu saja, saya memiliki tanggung jawab besar sebagai Rektor Universitas Binawan. Belum lagi membimbing mahasiswa.

Tapi ingat, kegigihan, bukan ngoyo. Kalau lelah, saya tidur. Kegigihan terbangun karena saya bisa membuktikan bahwa saya mampu melakukannya.

Ketiga, harus banyak "me time" dengan Allah. Berkomunikasi ke Allah, curhat ke Allah, meminta ke Allah. Itu yang saya lakukan. Kalau memang diizinkan oleh Allah, biasanya jawabannya akan spontan. Di antara pukul dua hingga pukul tiga dini hari, itulah waktu saya mengadu kepada-Nya.

Jika curhat ke manusia lain, kita memang merasa lega, meskipun tak ada solusi. Tapi jika ke Allah, akan dikasih solusi.

Sebagai pendidik, apa tantangan terbesar yang Ibu rasakan di zaman now?

Efek buruk dari media sosial dan teknologi yang tidak dimanfaatkan dengan benar. Dampak buruk dari teknologi informasi itu adalah individualis.

Karena sudah senang, cukup, dicukupi, semua tercukupi dengan layar, orang menjadi individualis. Tidak mau bersapa dengan orang di sekitarnya. Untuk itu harus dibiasakan dari rumah.

Bicara tentang parenting, bagaimana Ibu melihat parenting yang diterapkan para ibu muda saat ini?

Mereka juga terhubung dengan gadget, mereka tahu mereka harus menjadi role model, tapi teladan yang seperti apa? Jangan sampai menyuruh anak tidak memegang ponsel saat makan bersama, tapi ayah justru sibuk dengan ponsel. Orangtua harus fokus pada anak. Fokus bukan berarti harus bersama selama 24 jam, tapi pada waktu-waktu tertentu harus intens.

Bagaimana Ibu melihat urgensi mental health bagi perempuan saat ini?

Karena perempuan banyak stres pascaCOVID dari sisi finansial maupun kehidupan sosial. Kesehatan mental diciptakan oleh lingkungan selain ada potensi dari dalam diri. Perempuan harus bisa menciptakan lingkungan sebaik mungkin, yang menyenangkan. Di keluarga, kita harus mengenal bahasa kasih suami dan anak. Ketika lingkungan kita bahagia, kita pun akan bahagia.

Tentang Universitas Binawan yang Ibu pimpin sekarang ini, apa saja langkah yang ingin dikembangkan?

Ada tiga core values yang ingin kami kembangkan untuk mencapai visi misi Universitas Binawan tahun 2027.

Pertama, go international. Banyak kriteria untuk bisa go international. Mulai dari lulusan kita bisa bekerja di luar negeri, yang artinya kurikulum kami harus berstandar internasional. Untuk itu, kami melakukan uji coba di

Untuk dosen, kami mengundang dosen dari luar negeri dan sebaliknya, mengirim dosen kami mengajar ke luar negeri. Dosen juga harus mampu meneliti untuk hasilnya diterbitkan di jurnal internasional.

Nantinya, kami akan siap menerima mahasiswa asing dan mengirim mahasiswa kami magang ke luar ngeri.

Kedua, digitalisasi. Universitas Binawan mengadopsi teknologi yang makin berkembang. Belajar secara digital, dalam arti dosen menjadi pengembang materi yang tidak mengharuskan tatap muka, tapi memandu, memberi tahu yang salah. Untuk ini, kami membutuhkan pengembang konten dan sistem digital.

Ketiga, akhlak. Dosen harus jadi role model. Misalnya, masuk kelas dan keluar kelas harus tepat waktu.

Akhlak bicara tentang sikap jujur dan disiplin. Jujur adalah kunci segalanya. Suatu saat, kami berkeinginan bisa mengadakan ujian tanpa perlu diawasi, karena para mahasiswa memiliki mental jujur dan percaya pada kemampuan diri sendiri.




Stella Christie, Ilmuwan Kognitif dan Guru Besar Tsinghua University yang Terpilih Jadi Wakil Menteri Dikti Saintek RI

Sebelumnya

Nicke Widyawati Masuk Fortune Most Powerful Women 2024

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Women