PERINTAH hijrah disambut bahagia oleh kaum muslimin, negeri Madinah lebih memberi harapan bagi masa depan dakwah, dan juga jaminan keamanan bagi keselamatan para pemeluknya. Dan hijrah bukanlah pelesiran, banyak sekali halangan dan rintangan yang mesti dilalui dengan taruhan nyawa.
Ath-Thabari dalam buku Muhammad di Makkah dan Madinah (2019: 283-284) mengungkapkan:
Rasulullah saw. memerintahkan para sahabatnya dari kalangan muslim yang hidup bersama beliau di Mekah untuk berhijrah ke Madinah, dan bergabung dengan saudara-saudara mereka, kaum Anshar.
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menjadikan saudara-saudara untuk kalian dan negeri yang di dalamnya kalian akan aman.”
Orang pertama kali yang tiba di Madinah dari kalangan Muhajirin setelah Abu Salamah adalah Amir bin Rabi'ah, sekutu Bani Adi bin Ka'ab, ditemani oleh istrinya, Laila binti Abu Hatsamah bin Ghanim.
Orang yang hijrah berikutnya adalah Abdullah bin Jahsy dan Abu Ahmad bin Jahsy. Abu Ahmad orang buta. Ia mengelilingi Mekah Atas dan Mekah Bawah tanpa bantuan siapa pun.
Selanjutnya, sahabat Rasulullah saw. hijrah ke Madinah dalam kelompok-kelompok besar. Setelah para sahabat hijrah ke Madinah, Rasulullah tetap di Mekah menunggu diizinkan untuk hijrah.
Semua kaum Muhajirin hijrah ke Madinah, kecuali sahabat yang ditahan atau orang yang disiksa atau orang yang telah dirayu (keluar dari Islam), terkecuali Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar bin Abu Quhafah.
Musyrikin Quraisy menyadari hijrah ke Madinah merupakan petaka besar bagi eksistensi mereka. Setiap kali kafilah dagang Mekah hendak berniaga ke Syam akan melewati kawasan Madinah, jadi berbahaya sekali bila Islam dibiarkan berkembang besar di sana.
Dari itulah berbagai cara kekerasan mereka lakukan demi menghalangi para pejuang hijrah. Sehingga kaum muslimin melaksanakan hijrah ke Madinah secara diam-diam.
Hanya Umar bin Khattab yang berani terang-terangan mengumumkan hijrahnya. Lagi pula, mana ada orang Quraisy yang berani menghadapi jagoan bak singa. Selain hijrah secara terbuka, Umar bin Khattab juga membawa serta 20 orang kaum muslimin.
Namun demikian, tidak semuanya berhasil sampai ke Madinah. Ada satu orang yang terkena tipu muslihat, sehingga gagal mencapai bumi hijrah yang sudah di pelupuk mata.
M. Quraish Shihab dalam buku Membaca Sirah Nabi Muhammad (2018: 453) menceritakan:
Ayyasy ibn Abi Rabi'ah yang berhijrah bersama Sayyidina Umar dalam rombongan 20 orang, terpaksa kembali. Ayyasy dibohongi oleh Abu Jahal yang seibu dengannya bahwa ibu mereka sangat merindukannya sehingga ia kembali ke Mekah, kendati Sayyidina Umar telah mengingatkannya bahwa itu adalah tipuan.
Belum lagi tiba di Mekah, Abu Jahal bersama al-Harits yang seibu dengan Ayyasy mengikat dan menyeretnya ke Mekah sambil mempertontonkan kepada umum bahwa, “Beginilah seharusnya diperlakukan orang-orang yang meninggalkan agama leluhur.”
Ayyasy termakan tipuan Abu Jahal, akibatnya di Mekah dirinya mengalami siksaan yang menyedihkan. Dia pun dikurung dalam kondisi terhina. Nabi Muhammad menyerukan pembebasan, sehingga kemudian hari Al-Walid bin Mughirah berhasil melepaskannya dari belenggu dan memboyongnya ke Madinah.
Hadangan pihak musyrikin juga dialami Shuhaib yang hendak berhijrah. Orang-orang Quraisy menganggap Shuhaib tidak tahu diri, sebab dahulunya datang ke Mekah miskin kemudian berhasil menjadi kaya raya. Mereka kecewa Shuhaib malah mengikuti Rasulullah, bahkan ikut berhijrah ke Madinah.
Abul Hasan al-Ali Hasani an-Nadwi dalam buku Sirah Nabawiyah Sejarah Lengkap Nabi Muhammad Saw. (2020: 260) menceritakan:
Sementara itu, ketika Shuhaib hijrah, kaum kafir Quraisy berkata kepadanya, “Engkau datang kepada kami sebagai gembel yang hina, lalu hartamu bertambah banyak di negeri kami. Engkau telah mencapai apa yang engkau inginkan. Apakah engkau hendak membawa pergi diri dan hartamu? Sungguh, tidak bisa demikian!”
Shuhaib berkata, “Bagaimana menurut kalian, jika hartaku kuberikan kepada kalian, apakah kalian akan memberi jalan untukku?”
Kaum Quraisy berkata, “Ya.”
Shuhaib berkata, “Hartaku kuberikan kepadamu.”
Hal ini disampaikan kepada Rasulullah saw., maka beliau bersabda, “Beruntunglah Shuhaib! Beruntunglah Shuhaib!”
Apabila dilihat dari pandangan kaum Quraisy maka mereka memandang Shuhaib sudah merugi disebabkan kehilangan harta benda. Namun, pada hakikatnya Shuhaib sangatlah beruntung, sebab dirinya berhasil melaksanakan hijrah dan memperoleh keridaan Ilahi. Bahkan, di kemudian hari Allah melapangkan rezekinya dan mengganti harta yang lebih berkah.
KOMENTAR ANDA