”Bisa. Kan mereka harus ke dapur untuk masak atau ambil makanan.”
”Mereka tiap hari keluar rumah?”
”Iya. Mereka kan kerja.”
Itulah yang saya maksud ”lubang” itu. Yang harus diatasi oleh HRD tadi.
Lockdown lokal per perusahaan itu lebih mudah dilaksanakan. Itu karena bisa dilewatkan mekanisme peraturan perusahaan. Dengan sanksi yang biasanya ditakuti karyawan.
Keraslah dalam penegakkan disiplin ini. Tapi lembutlah dalam meningkatkan kesejahteraan.
Untuk masyarakat umum sulit melakukan itu.
Tapi apakah tidak bisa?
Bisa.
Lewat apa?
Paguyuban warga.
Dasarnya bukan peraturan. Tapi kesepakatan warga. Yang dipimpin oleh pak/bu RT. Dibantu tokoh informal di RT itu.
Saya tidak pernah menduga kalau jabatan RT menjadi sepenting ini. Lebih penting dari dirut perusahaan.
Sang dirut bisa mendisiplinkan karyawannya lewat peraturan direksi. Atau lewat plerokan mata pimpinan.
Tapi pak/bu RT harus lewat kearifan, keramahan, keteladanan, bimbingan, humor, dan leadership. Siapa bilang jadi RT lebih mudah dari menjadi dirut BUMN. Dalam situasi seperti ini.
Jadi restoran bisa buka. Kalau disiplin.
Gym bisa dibuka kalau ada pengaturan baru.
Kuncinya di disiplin.
Jepang bisa disiplin sendiri. Kita perlu didisiplinkan.
Ilmu manajemen --plus teknologi, plus leadership-- kini berada di garis depan.
KOMENTAR ANDA